Harga Bahan Pakaian Bakal Naik 30% Gara-gara Dolar Tembus Rp 12.000

Jakarta -Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US$) juga dirasakan oleh para pengusaha industri tekstil. Mereka harus banyak mengeluarkan rupiah untuk membeli bahan baku garmen (pakaian jadi) seperti kain, kapas dan benang yang mayoritas masih diimpor.

"Pelemahan nilai tukar rupiah ini jelas ada pengaruhnya Karena bahan baku tekstil selama ini masih banyak yang diimpor mulai dari kain, benang dan kapas. Pelemahan nilai tukar rupiah saat ini sangat berpengaruh terhadap harga jual produk tekstil bisa naik 20%-30%," kata Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat kepada detikFinance, Jumat (29/11/2013).


Setiap tahun rata-rata nilai impor bahan baku pakaian jadi seperti kapas, kain dan benang Indonesia mencapai US$ 8 miliar. Bahan baku garmen impor biasanya didatangkan dari China, Korea Selatan, India, Amerika Serikat (AS), Brasil dan Australia. Belum lagi para pengusaha disulitkan dengan peremajaan mesin yang menggunakan dolar sebagai alat tukar.


"Jadi ini berpengaruh kepada daya saing produk kita karena ini bahan baku lebih mahal dan melemahnya investasi baru karena harga mesin dibayar pakai dolar. Sehingga memang pasar domestik menjadi lesu masyarakat tidak berani beli produk tekstil karena mahal," imbuhnya.


Jalan satu-satunya yang bisa ditempuh agar pengusaha tekstil tidak gulung tikar adalah dengan menggenjot ekspor ke luar negeri walaupun harus bersaing dengan produk global. Namun ini bisa diatasi apabila pemerintah mempermudah proses perizinan dan perpajakan agar pengusaha bisa berdaya asing, sehingga negara akan mendapatkan banyak devisa dari ekspor.


Selama ini ekspor produk tekstil Indonesia ke luar negeri rata-rata per tahunnya mencapai US$ 15 miliar dengan pasar utama Amerika Serikat dan uni Eropa.


"Justru yang bisa kita lakukan di tengah situasi yang sulit di dalam negeri adalah kita ekspor besar-besaran tetapi juga jangan dipersulit. Kita selama ini dipersulit dengan aturan perpajakan dan kepabeanan ini itu dikutak-katik. Padahal kalau kita dipermudah kita bisa menghasilkan devisa yang besar," jelasnya.


(wij/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!