Asisten Deputi Gubernur Bank Indonesia Mulya Siregar menyatakan kepemilikan properti saat ini marak yang hanya sebagai investasi. Banyak debitur yang menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk membeli dua sampai tiga rumah.
Hal ini dapat memicu kenaikan harga yang cukup tinggi setiap waktunya karena ada kecenderungan rumah akan dijual kembali. Padahal KPR yang digunakan berasal dari dana pihak ketiga atau dana publik.
"Yang tidak punya rumah, tidak akan pernah punya rumah. Sementara yang punya rumah itu enak punya rumah terus dengan dana publik. Itu dana pihak ketiga lho," ungkap Mulya saat seminar prospek pembiayaan properti di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Kamis (28/11/2013).
Tentunya ini tidak akan berdampak baik ke depan. Naiknya harga properti akan membawa sektor ini ke kondisi bubble yang dikhawatirkan mempengaruhi kestabilan perekonomian secara menyeluruh.
"Apakah kita ikhlas? Apakah kita akan membiarkan harga itu terus dimainkan," sebutnya.
BI meminta pada pengembang untuk membuat desain baru untuk penjualan properti. Misalnya dengan pemisahan properti yang dijual dengan skema inden dan tidak.
"Memang sekarang harus ada peta baru, developer harus bisa membuat skenario lebih baik. Ada yang inden dan tidak inden," kata Mulya.
Untuk itu, lanjut Mulya, BI telah mengeluarkan pengaturan besaran uang muka atau loan to value (LTV) untuk kredit perumahan dan apartemen. Aturan ini dikeluarkan untuk mengatasi permainan harga oleh beberapa pihak.
(mkl/dru)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!