Citra itu begitu melekat sehingga karyawan merasa tidak bangga bekerja di KAI. Hal ini disampaikan oleh mantan penjaga palang pintu kereta yang kini menduduki posisi Corporate Secretary KAI, Sugeng Priyono.
"Saya zaman itu sangat frustrasi kerja di sini. Intinya, kami nggak ada kebanggaan atau pride," kata Sugeng saat berbincang dengan detikFinance di Stasiun Juanda, Jakarta, Senin (23/3/2015).
Kondisi tersebut, lanjut Sugeng, diperparah dengan manajemen karir dan minimnya kesejahteraan karyawan. Selain itu, meski penumpang banyak namun neraca keuangan perseroan selalu merugi sehingga sulit melakukan peremajaan armada.
"Kerugiannya dulu karena pemborosan. Pertemuan harus dikasih makan, boros listrik, pekerjaan strategis harus dikasih tambahan padahal itu tugasnya," kata Sugeng.
Masyarakat, tambah Sugeng, juga enggan naik kereta api karena faktor keselamatan. Tindak kejahatan seperti premanisme atau percaloan juga marak terjadi di kereta.
"Stasiun kumuh, calo, preman, pesing, dan macam-macam. Itu melekat ke sosok KAI. Permasalahan di KAI mungkin miniatur permasalahan di negeri ini yang kompleks," sebutnya.Next
(feb/hds)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
