Kasus Perbudakan di Maluku Bisa Rusak Citra Bisnis Perikanan RI

Jakarta -Pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersikap terhadap kasus perbudakan Anak Buah Kapal (ABK) yang dilakukan oleh kapal-kapal Thailand yang dioperasikan oleh PT Pusaka Benjina Resources berlokasi di Benjina, Maluku.

Kapal tersebut melakukan penangkapan ikan di wilayah Indonesia untuk perusahaan di Thailand. Dikhawatirkan hal ini membuat nama Indonesia menjadi tercemar. Hal ini berdasarkan laporan investigasi AP “Are slaves catching the fish you buy?" pada 25 Maret 2015.


Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil PerikananKementerian Kelautan dan Perikanan Saut P Hutagalung dalam keterangan tertulisnya, Jumat (27/3/2015).


Berikut pernyataan resmi dari KKP:


1. Laporan investigasi AP “Are slaves catching the fish you buy?" tanggal 25 Maret 2015 menjelaskan bahwa terjadi perbudakan warga negara Burma sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di atas kapal-kapal Thailand yang beroperasi di perairan Indonesia. Hasil tangkapan berupa antara lain kakap merah, udang, cumi-cumi, dibawa ke Thailand.


2. Praktik ini merupakan kejahatan kemanusiaan‎ yang tidak dapat ditoleransi dan jelas merugikan negara. Perbudakan bukan hanya soal ekonomi, tetapi soal martabat manusia yang memiliki kebebasan. Walaupun secara ekonomi tampak menguntungkan, namun sistem perbudakan menyangkal status kemanusiaan tiap orang.


Laporan menyebutkan ikan hasil tangkapan dibawa ke Thailand untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan. KKP menolak praktek bisnis yang hanya mengutamakan keuntungan tanpa mengindahkan hak-hak pekerja yang wajar.Next


(wij/hen)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com