Bos Bulog Akui Kualitas Raskin Bau dan Berkutu

Jakarta -Direktur Utama Perum Bulog Lenny Sugihat mengakui selama ini banyak laporan dari masyarakat yang masuk ke Bulog soal kualitas beras miskin (raskin) yang bau hingga berkutu. Lenny menganggap hal itu wajar karena keterbatasan infrastruktur.

"Sepanjang tahun Bulog harus menjaga kualitas beras sendiri. Sering kali ada keluhan, raskin berkutu dan apek itu kami akui. Tetapi sungguh tidak ada keinginan Bulog menyajikan beras yang ada lauknya," kata Lenny dalam diskusi terbatas bertema 'Politik Beras di Era Pemerintahan Jokowi-JK' di kantor KAHMI, Jalan Turi, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (27/03/2015).


Menurutnya masalah beras berkutu bisa dikurangi dengan penyemprotan bahan kimia. Namun hal itu tidak dibenarkan menurut aturan yang diterbitkan pemerintah.


"Tetapi bisa saja Bulog melakukan penyemprotan cairan formalin pasti mati semua kutunya," kata Lenny bernada candaan.


Masalah raskin lainnya adalah pendistribusian raskin kepada 15,5 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang cukup luas hingga daerah terpencil dengan harga tebus yang harus sama Rp 1.600/kg.


"Bulog harus mendistribusikan sampai ke Boven Digoel (Papua) dan harga tetap sama," imbuhnya.


Selain raskin, secara umum masalah yang dialami Bulog di sektor perberasan antara lain soal kualitas beras Bulog lebih rendah dibandingkan beras yang dihasilkan oleh perusahaan swasta. Hal itu karena proses penggilingan dan pengolahan beras oleh Bulog masih dilakukan secara tradisional.


"Kami memiliki 182.000 penggilingan UKM yang menjadi rekanan Bulog. Kualitas, mohon maaf kadar pecahnya banyak, kotorannya banyak, bisa temui kerikil kecil karena di Jawa Timur jemur gabah dipinggir jalan, diinjek motor, mobil serta pengolahan ini pakai handling pasca panen sehingga menurunkan kualitas," tutur Lenny.


Terakhir masalah yang dialami Bulog adalah menjaga stok cadangan beras pemerintah (CBP). Menurut Badan Pangan Dunia atau FAO, angka ideal CBP suatu negara adalah 1,5 juta ton hingga 1,8 juta ton. Namun saat ini stok CBP yang dimiliki Bulog di bawah ideal.


"Menurut FAO idealnya CBP 1,5-1,8 juta ton, Thailand sudah punya 2 juta ton. Kalau dilihat hari ini nggak sampai. Kalau CBP 1,5 juta ton butuh Rp 16 triliun. Nggak ada dana yang didrop pemerintah untuk CBP sekarang," cetusnya.


(wij/hen)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com