Sepinya Kota Baru di Negeri Tirai Bambu

Beijing - Bo Yuquan kecele. Alih-alih mendapat untung, pria 50 tahunan itu justru berencana akan segera menutup toko kelontongnya di kota baru di Tieling, di timur laut China. Penjualannya nyaris nol.

"Ke mana orang-orang? Tak ada seorang pun di sini," kata Yuquan, pada akhir pekan lalu. Setelah menutup tokonya, Yuquan berencana pindah ke Beijing dan mencari pekerjaan lain.


Kota baru di Tieling sejatinya digadang-gadang sebagai kota satelit yang bakal menampung banyak investor dan meningkatkan pendapatan. Pada empat tahun lalu, ketika rencana pembangunan kota baru dimulai, banyak penduduk kota lama yang antusias bukan main.


Pemerintah Tieling mengucurkan jutaan Yuan untuk membersihkan kawasan kota baru yang awalnya adalah 'tempat jin buang anak'. Penduduk Tieling terbiasa membuang sampah di sana dan lahannya pun masih dipenuhi lahan basah. Proyek tuntas dan kota baru Tieling berdiri.


Tapi apa yang terjadi? Mimpi investasi dan pendapatan yang besar dari kota baru Tieling tinggal mimpi. Lambat laun kota baru yang lebih luas dari kota lama itu justru tak ada bedanya dengan 'kota hantu'.


Saluran air bersih mengalir ke kawasan permukiman dan perkantoran yang nyaris seperti gurun lantaran sepinya. Blok-blok perumahan yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai salah satu kawasan perumahan yang modern itu, nyaris kosong.


Bisnis yang diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat lokal tak pernah terwujud. Tanpa lapangan pekerjaan di sana, tak ada daya tarik bagi siapapun untuk pindah ke kota baru itu.


Tieling adalah 'korban' rencana besar pemerintah China yang digembar-gemborkan selama satu dekade terakhir. Perdana Menteri Li Keqiang mengatakan program urbanisasi adalah jalan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi China.




Harapannya, dengan makin banyaknya orang pindah ke kota, perekonomian pun tumbuh. Diperkirakan, program 'mercusuar' itu akan melibatkan lebih dari 250 juta orang, yang akan pindah dari kawasan pedesaan ke kota dalam waktu 20 tahun.


"Urbanisasi tidak hanya mendorong konsumsi dan demand atas investasi dan menciptakan lapangan pekerjaan, tapi juga berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat," kata PM Keqiang pada Maret lalu, pada hari pertama pidatonya sebagai perdana menteri.


Statistik resmi menyatakan, akibat program urbanisasi itu, kebutuhan tanah untuk pembangunan konstruksi meningkat 83,41 persen sejak 2000 sampai 2010. Tapi populasi perkotaan hanya meningkat 45,12 persen selama periode yang sama.


Teorinya, urbanisasi akan merangsang pertumbuhan ekonomi karena penghuni kota akan mendapat penghasilan yang lebih besar ketimbang warga desa. Alhasil, mereka pun juga akan menghabiskan lebih banyak untuk membeli barang dan jasa. Sedangkan pemerintah memikirkan bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan supaya memancing lebih banyak orang ke kota.


Hu Jie, desainer lansekap kota baru Tieling mengatakan mestinya dalam 10 sampai 20 tahun Tieling akan menjadi kota yang ramai dan maju. "Tapi dengan catatan, Anda bisa membawa masuk bisnis ke sini," katanya. Tapi apa yang terjadi di Tieling memperlihatkan bahwa apa yang mudah di atas kertas, tak semudah kenyataannya.


Situasi ini bukannya tak disadari oleh pemerintah. Qiao Runling, Deputi Direktur Pusat Pembangunan Perkotaan Cina mengatakan saat ini China sudah memiliki terlalu banyak kota sementara penduduknya sedikit.


"Hampir semua kota besar ataupun sedang di seluruh China memiliki rencana membangun kota baru," kata Runling. Kota baru didesain lebih luas dan lebih besar dari kota lama. Tapi hasilnya tak seperti harapan.


Barangkali pemerintah China berpikir bisa mengulang kesuksesan kota Shanghai. Satu dekade yang lalu pembangunan distrik bisnis Pudong di Shanghai nyaris dianggap gagal karena tak banyak tenant yang masuk. Tapi lambat laun Pudong menjadi simbol kesuksesan. Sedangkan kota-kota lain, banyak yang tak mempunyai kekuatan sebesar Shanghai.


Analis properti dari Credit Suisse, Du Jinsong, mengatakan dari 287 kota di China, sebanyak duapertiga, kebanyakan pusat urban yang lebih kecil, memiliki jumlah penduduk yang lebih sedikit ketimbang pendatang yang sekadar terdaftar di sana. Artinya, banyak orang yang sudah meninggalkan rumahnya.


Di Tieling, tinggallah kini Bo Yuquan garuk-garuk kepala. Mimpinya mendulang banyak Yuan di Tieling tinggal mimpi belaka. Matanya nanar memandang belantara bangunan tinggi dan besar di kota yang nyaris tak berpenghuni itu.


(DES/DES)