Ini Fakta-Fakta Kelistrikan Papua

Jayapura -Tubuh terguncang-guncang ketika perahu bermesin 40 PK itu meniti gelombang di perairan utara Papua. Rasanya tak berani melepaskan pegangan di bibir lambung kapal karena tempat duduk kami hanya selembar papan yang diletakkan begitu saja melintang di atas perahu.

Rasa khawatir terlempar ke laut membuat perjalanan satu jam dari Desa Tabla Nusu di Distrik Depapre ke Desa Demta di Distrik Demta terasa menegangkan. Maklum gelombang sesekali terlihat lebih dari satu meter tingginya.


Tapi nelayan yang perahunya disewa oleh WWF Indonesia itu ternyata jagoan meniti gelombang. Pelan-pelan, menjelang akhir perjalanan, pegangan di bibir perahu pun mengendur. Sekitar pukul 09.00 WIT perahu kami bersandar di bibir pantai Demta.


Demta yang kami tuju pada perjalanan awal Desember lalu itu sebuah desa yang listriknya hanya menyala 12 jam saban hari. Pada siang hari, sejak matahari terbit sampai tenggelam tak ada listrik di sana.


“Ada informasi apa? Kedatangan kalian membikin saya bertanya-tanya, maklumlah sedikit sekali informasi yang sampai ke sini,” tutur Charles Wapumilena, pria 50 tahunan, yang menyambut kedatangan rombongan wartawan dan WWF itu.


Komunitas Demta adalah satu dari banyak komunitas di Papua yang belum merasakan listrik dengan sempurna. Mereka mengandalkan satu mesin pembangkit listrik desa (Lisdes) yang hanya bisa memasok listrik mulai pukul 18.00-06.00 WIT.


Padahal, lima tahun lalu ada pendirian pembangkit listrik tenaga mikrohidro di sana. Masalah tanah membuat proyek itu mangkrak. Mesinnya merana di dalam sebuah bangunan yang tak terurus.Next


(DES/DES)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!