Hasilnya mulai terlihat. Impor Solar menurun dalam jangka waktu 6 bulan sejak kebijakan itu mulai berjalan dan ada penghematan devisa negara senilai US$ 592 juta atau sekitar Rp 6 triliun. Ini setara dengan penghematan impor Solar rata-rata per bulan sebesar 126.761 kiloliter (KL).
"Saya minta semua Kementerian dan Lembaga lebih aktif lagi mendorong implementasi kebijakan ini," tutur Wapres Boediono dalam rapat di Kantor Wapres, Rabu (16/4/2014).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik melaporkan bahwa penghematan devisa negara diperoleh melalui optimalisasi pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis biodiesel sebagai campuran 10% minyak solar. Menanggapi laporan itu, rapat memutuskan tahun ini target penggunaan biodiesel oleh Pertamina akan mencapai 3,4 juta KL. Sedangkan untuk non Pertamina targetnya 400 ribu KL.
Pemanfaatan biodiesel tidak hanya berdampak positif pada kondisi moneter, tetapi juga memberi kontribusi pada usaha penurunan emisi gas rumah kaca. Biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dengan tingkat emisi rendah dan mudah terurai (degradable).
Berdasarkan perhitungan selama 2013 saja, pemanfaatan biodiesel memberikan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 1.54 juta ton CO2. Pemerintah berharap, melalui program wajib pemanfaatan biodiesel dan bioetanol, target penurunan gas rumah kaca pada 2020 untuk sektor energi sebesar 38 juta ton CO2 sudah tercapai pada 2017.
Peluang untuk meningatkan lagi pemanfaatan BBN juga masih terbuka lebar. Kemampuan produksi industri biodiesel di dalam negeri saat ini tercatat 5,6 juta KL/tahun dari 25 produsen yang telah memiliki izin usaha niaga BBN.
Selain itu proses pengadaan dan pelelangan biodiesel oleh Pertamina, yang melaksanakan pencampuran dan pendistribusian terbesar, juga belum selesai seluruhnya khususnya untuk wilayah timur Indonesia. Pada Juni 2014, diharapkan proses pengadaan telah selesai dilaksanakan dan selanjutnya dimulai penyaluran biodiesel untuk Indonesia bagian Timur.
Lebih jauh lagi, pada 2016 pemerintah sudah mematok target untuk mewajibkan campuran biodiesel hingga 20%. Untuk memenuhi tambahan kebutuhan ini, produsen biofuel dalam negeri harus menaikkan kapasitas produksinya sekitar 1,3 juta KL. Dari sisi bahan baku, penambahan kapasitas ini tidak akan menjadi masalah karena produksi minyak sawit mentah Indonesia cukup melimpah.
Untuk mendukung tercapainya target pemanfaatan BBN secara wajib, pemerintah telah membentuk Tim Pelaksana Pengawasan Mandatori Pemanfaatan Biodiesel yang beranggotakan stakeholders dari berbagai instansi. Tim ini bertugas mengawal pelaksanaan pemanfaatan biodiesel secara wajib dan memastikan mplementasi kebijakan ini di semua sektor. Salah satu kelompok kerja di dalam tim ini juga bertugas mengawasi persentase volume BBN yang dicampurkan serta kualitas BBN sebelum dan sesudah pencampuran untuk memastikan bahan bakar hasil pencampuran tetap sesuai standar.
(hds/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
