Hal ini disampaikan pemilik PT Sari Wangi A.E.A Alexander J Supit saat meresmikan Pabrik Teh Rakyat Iroet, di Kampung Cisaat, Desa Sukatani, Kecamatan Cilawu, Garut, Jawa Barat, Kamis (17/04/2014).
"Indonesia memang tetap tercatat sebagai salah satu pemasok teh terbesar dunia. Tetapi dulunya kita nomor ke-3 di dunia sekarang turun ke-7 dan ke-8. Saya ingin melihat Indonesia kembali ke tempatnya lebih di atas. Tentu saja ini tidak terjadi dalam 1,2,3 tahun tetapi harus diperjuangkan," ujar Alaxander.
Salah satu faktor yang menjadi kendala penurunan ekspor teh Indonesia adalah karena masalah regulasi. Alaxander menyebutkan harga jual pucuk teh dari petani ke pengumpul sangat rendah.
Harganya hanya berkisar antara Rp 1.500-2.000/kg. Padahal harga pokok produksi seperti perawatan dan pemetikan sudah di atas Rp 1.600/kg sehingga keuntungan yang didapat petani kecil. Minat tanam petani teh pun dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan terjadap komoditi teh.
"Tumbuhkan petani menjadi pengusaha. Kita bisa membangun teh sebaik mungkin," katanya.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menyatakan terus turunnya peringkat Indonesia sebagai eksportir teh terbesar di dunia disebabkan mayoritas produksi teh lokal lebih banyak terserap di pasar dalam negeri. Perbandingan nilai ekspor teh jauh lebih kecil dibandingkan nilai perdagangan teh di dalam negeri.
"Karena permintaan di dalam negeri besar. Struktur pasar di dalam negeri Indonesia itu US$ 1 miliar, sedangkan ekspor US$ 150 juta (per tahun). Jadi lebih besar dan tumbuh sangat besar. Jadi teh di dalam negeri ini terserap ke pasar dalam negeri. Itu yang harus kita usahakan lebih optimal," jelasnya.
(wij/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
