Program Wajib Solar Dicampur Biodiesel Terkendala Infrastruktur

Jakarta -Realisasi program mandatori atau wajib mencampurkan biodiesel ke dalam BBM solar sebesar 10% masih rendah.

Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui program yang dijalankan untuk mengurangi ketergantungan impor BBM khususnya solar mempunyai banyak masalah. Padahal program ini dapat menghemat pengeluaran uang negara hingga US$ 3,5 miliar per tahun.


"Program mandatori tidak sesimpel kita membuat minyak goreng," ungkap Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana saat berdiskusi dengan media dia Aula Gedung Ditjen EBTKE di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (15/08/2014).


Hingga sekarang realisasi program mandatori biodiesel 10%, realisasinya baru 54% dari target yang harus dicapai hingga 4 juta kilo Liter (KL). Rida mengungkapkan ada beberapa kendala teknis yang menjadi penghambat.


"Ternyata ada masalah infrastruktur terutama logistik yang menjadi kendala, tadinya saya pikir harga. Misalnya untuk angkut biodiesel ke Balongan butuh 1.000 KL, kapal yang ada kapasitasnya 2.000 KL, jelas dari sisi ketersediaan kapal tidak ada," imbuhnya.


Dengan adanya kendala ini, kata Rida program mandatori biodiesel 10% bisa dibilang terseok-seok tetapi tetap berjalan. Tetapi lanjut Rida semua pihak umumnya sudah setuju dan tidak ada lagi penolakan atas program ini.


"Memang ada masalah di dalam pelaksanaannya. Saya yakin, Indonesia akan menjadi Arab Saudinya biodiesel. Program ini bagus tinggal operasional termasuk masalah infrastruktur," jelasnya.


(wij/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!