"Kondisi perikanan di Indonesia sangat ironis, sangat menyedihkan. Kita seperti tikus mati di lumbung padi," kata Susi kepada wartawan dalam konferensi pers di Hotel Hyatt Jakarta, Minggu (26/10/2014).
Pendiri maskapai Susi Air ini memberi contoh, dengan luas wilayah laut terbesar se-Asia Tenggara, ekspor perikanan Indonesia tertinggal dari Thailand dan Vietnam.
"Lebih besar dari Thailand tapi untuk ekspor kita kalah dari Thailand. Itu alasan saya ambil pekerjaan (sebagai menteri)," jelasnya.
Dengan pengalaman 33 tahun di industri perikanan, Susi berjanji akan mengubah kondisi ini. Ia berkomitmen menjadikan sektor perikanan sebagai devisa terbesar mengalahkan migas.
"Seharusnya Indonesia menjadi terbesar dari sisi laut untuk penyumbang devisa. Ini bisa sumber devisa terbesar dari migas. Ini bisa, kalau ini dikelola secara ramah lingkungan. Saya coba kelola dengan cara bisnis," paparnya.
Ia mencontohkan wilayah Pangandaran dan Tasikmalaya di Jawa Barat, setiap tahun mampu menghasilkan devisa dari ekspor produk ikan sebesar US$ 15 juta.
"Garis pantai sampai Tasikmalaya sampai 45 km persegi dengan devisa US$ 15 juta. Kita ada 85.000 km persegi. Itu lebih banyak," jelasnya.
(feb/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!