Menhub Jonan Atur Harga Tiket Penerbangan, Ini Komentar Eks Ketua KPPU

Jakarta -Beberapa waktu lalu, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan merilis kebijakan terkait harga tiket pesawat. Harga tiket paling murah ditetapkan sebesar 40% dari harga batas atas. Dengan demikian, maskapai tidak bisa lagi menjual tiket dengan harga terlalu murah yang bahkan mencapai Rp 0.

Sutrisno Iwantono, mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), menilai kebijakan ini bisa berdampak negatif bagi konsumen dan perusahaan maskapai penerbangan.


"Dalam industri penerbangan, struktur biaya tidak sama untuk semua maskapai. Perbedaannya ada di pelayanan, sehingga setiap maskapai tentunya tidak bisa menerapkan harga jual tiket yang sama," kata Iwantono, Kamis (15/1/2015).


Dari sisi konsumen, lanjut Iwantono, saat ini pilihan jadi semakin terbatas. "Padahal di hampir seluruh negara, konsumen bisa memilih sesuai dengan kemampuan," ujarnya.


Kemudian dari sisi maskapai, tambah Iwantono, persaingan jadi tidak sehat. Karena harga tiket akan cenderung sama, konsumen akan memilih maskapai yang sudah punya nama.


"Ini tidak fair bagi maskapai-maskapai kecil, mereka akan susah untuk bertahan hidup. Atau bisa saja nanti konsumen akan lebih memilih maskapai luar negeri yang lebih punya nama, sehingga ‎maskapai domestik makin terhimpit," paparnya.


Menurut Iwantono, harga tiket tidak selamanya terkait dengan keselamatan. Faktor keselamatan lebih ditentukan oleh kesiapan teknis sebuah pesawat untuk mengudara.


"Pemeriksaan teknis lebih menentukan, misalnya kesiapan engine, ban, prakiraan cuaca, kondisi pilot, dan sebagainya. Tidak selamanya akibat harga tiket yang murah faktor safety jadi terabaikan," tuturnya.


Oleh karena itu, Iwantono mengusulkan agar pemerintah mengkaji ulang penerapan kebijakan pengaturan harga tiket penerbangan. Kalau tidak, dia menilai KPPU bisa memperkarakan kebijakan ini karena bisa menciptakan kartel.


"Saya pernah menangani masalah ini waktu di KPPU. Penetapan harga tidak boleh lebih rendah dari besaran tertentu bisa melahirkan praktik kartel, dan ini melanggar UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Se‎hat," tegasnya.


(hds/hds)