Tak Mau Tertular 'Penyakit' Detroit

Jakarta - Bangkrutnya Kota Detroit, Amerika Serikat pada pertengahan Juli lalu ternyata juga membikin was-was pemerintah China. Pada dua pekan lalu pemerintah mengumumkan akan melakukan audit menyeluruh terhadap utang dalam negeri mereka.

Pasalnya, pemerintah China selama ini agak mengabaikan utang pemerintahan lokal. Mereka terbuai kondisi perekonomian negeri itu yang ternyata lolos dari jeratan krisis ekonomi 2008.


Hu Xingdou, guru besar ekonomi di Institut Teknologi Beijing, mengatakan pemerintah China harus memahami masalah utang pemerintahan lokal dengan baik jika tak ingin merasakan apa yang dialami Kota Detroit.


“Isu itu meliputi akurasi data finansial, buruknya utang perbankan, utang pemerintah lokal yang terlalu besar, ekses kapasitas produksi, pemerintah lokal secara membabi buta berinvestasi demi pencapaian politik,” kata Xingdou lagi.


Ye Qing, Deputi Kepala Biro Statistik di Provinsi Hubei, kepada Beijing News mengatakan bahwa Detroit adalah alarm bagi pemerintah China untuk segera bertindak. “Terlalu banyak tipe utang pemerintahan dan bertendensi tak bisa dikontrol,” katanya kepada kantor berita di Shanghai.


Pada 2010 Kantor Audit Nasional China mengumumkan bahwa pemerintahan lokal memiliki utang sebesar US$ 1,73 triliun. Utang ini didorong pinjaman untuk konstruksi, infrastruktur, dan biaya jasa. Mudahnya kredit dikucurkan hanya memperburuk masalah. Utang lokal diperkirakan akan meledak jadi US$ 2,63 triliun pada akhir 2013.


Mao Xiaogang, kolumnis di harian milik pemerintah, Beijing Daily, sependapat. Dia menyatakan dengan hati-hati bahwa pembangunan real estate, bangunan pemerintah, dan infrastruktur termasuk yang paling banyak menghasilkan utang pemerintah lokal.


Sejumlah kalangan di China menilai, pemerintah mesti belajar dari kasus Detroit, yakni dengan tidak menggantungkan ekonominya pada satu sumber tunggal. Pemerintah juga diminta berkaca pada kasus Kota Ordos di kawasan otonomi Mongolia, yang kini mirip kota hantu karena ditinggalkan banyak penghuninya.


“Sangat berbahaya menjalankan industri dan sumber daya tunggal,” kata Lu Shangbin, guru besar jurnalistik di Universitas Wuhan.


Ordos dulu termasuk kota terkaya di daratan China. Kota ini sempat dijuluki Dubainya China. Pendapatan Ordos melesat lewat industri batubara selama satu dekade. Dari industri batubara, duit kemudian mengalir ke sektor real estate. Begitu sebaliknya, sehingga membentuk lingkaran setan. Begitu industri batubara ambruk lantaran demand yang turun, sektor real estate terkena dampaknya. Ordos kemudian banyak ditinggalkan penghuninya.


(DES/DES)