RI dan Jepang Belum Sepakat Soal Inalum, Ini Alasannya

Jakarta - Pemerintah Indonesia dengan Nippon Asahan Alumunium (NAA) belum menemui kata sepakat jelang pengambilalihan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) oleh Indonesia 31 Oktober 2013.

NAA masih menganggap nilai aset Inalum pada angka US$ 626 juta, sementara pemerintah berdasarkan angka Badan Pemeriksa Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mematok US$ 424 juta.


Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan tidak adanya kesepakatan kedua belah pihak karena persoalan revaluasi atau penilaian kembali aset Inalum. Hatta mengakui adanya revaluasi, namun dalam perhitungannya tidak dapat dialihkan.


"Revaluasi aset ini harus betul-betul dijelaskan karena pada kenyataannya revaluasi aset itu benar-benar terjadi hanya memang perhitungan revaluasi ini tidak dapat dialihkan. Apakah pengambilalihan ini dialihkan atau bukan, logikanya seperti apa," ujar Hatta di kantornya, Jakarta, Senin (21/10/2013)


Dalam revaluasi aset, ada pergeseran nilai yang yang terjadi. Seperti dari pajak, keuntungan dan nilai tukar. Sehingga menjadi penyebab adanya selisih nilai buku.


"Nilai bukunya US$ 626 juta nilai buku dari apa adanya. BPKP US$ 424 juta, ada selisih kan. Kalau kita breakdown selisih itu apa, poin terbesar adalah revaluasi aset yang sudah dilakukan. Juga selama ini perhitungan pajak dan profit, depresiasi sudah memperhitungkan revaluasi aset ini," paparnya.


Sementara untuk selisih nilai aset yang lainnya menurut Hatta tidak terlalu besar. Ia memastikan proses pengambilalihan ini akan tetap memegang hasil audit BPKP.Next


(mkl/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!