Komik Itu Instrumen Investasi Teraman

Jakarta - Sejak duduk di bangku sekolah taman kanak-kanak, Adji Widodo sudah gemar membaca komik. Komik pertama yang dibacanya adalah terbitan lokal, yang penjualannya telah mencapai Malang, tempat Adji tinggal sebelum hijrah ke Jakarta.

Komik-komik lokal, kata Adji, tak jarang menampilkan sesuatu yang unik. Salah satunya adalah masuknya tokoh komik Amerika Serikat ke dalam kisah mereka. “Saya pernah baca Gundala versus Superman, dari situ saya kenal superhero komik Amerika,” kata Adji, di Jakarta kemarin.


Setelah pindah ke Jakarta, pegawai di bank swasta ini tetap suka membaca komik dan memperluas koleksinya ke komik-komik terbitan Amerika Serikat. Favoritnya adalah terbitan DC Comics dengan tokoh-tokoh populernya seperti Superman, Batman, dan sebagainya.


Kegemaran ini mengantarkan Adji menjadi ketua salah satu komunitas penggemar komik di Indonesia. Anggota mereka bahkan sudah mencapai ribuan orang, tersebar dari berbagai kota di tanah air sampai ke luar negeri.


Penggemar komik di Indonesia terbilang fanatik, terutama terhadap komik-komik keluaran Amerika Serikat. Maklum, tak seperti komik Jepang, komik terbitan AS tak dijual secara masif di sini. Jadi, pehobinya harus berburu lebih gigih. Inilah seninya jadi pehobi komik AS.


Di AS sendiri, komik mulai dikenal pada era 1930-an dan mulai populer pada 1938, sejalan dengan dirilisnya Action Comics yang menyertakan tokoh Superman. Setelah itu, berbagai tokoh superhero pun bermunculan.


Pasca Perang Dunia II, komik dengan superhero sebagai tokoh utama mengalami penurunan. Kala itu, komik hewan-hewan lucu, romantis, dan humor menjadi pilihan masyarakat. Pada 1950-an, komik superhero bahkan mengalami penurunan tajam terutama akibat kebijakan sensor ketat dari pemerintah dan booming industri televisi.Next


(DES/DES)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!