DPR Kritik Soal Gula Impor, Menteri BUMN: Urusan Gula Rumit

Jakarta -Para anggota Komisi VI DPR mempertanyakan soal kebijakan pemerintah kembali membuka impor gula mentah atau raw sugar yang dijadikan bahan baku industri gula rafinasi. Para menteri ekonomi menjelaskan soal persoalan gula termasuk Menteri BUMN Rini Soemarno.

Gula rafinasi yang bocor ke pasar konsumen merugikan petani dan pabrik gula nasional. Persoalan gula rafinasi juga telah berlangsung bertahun-tahun namun tak kunjung menemui solusi.


Di dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin menjelaskan gula rafinasi memang diperlukan untuk industri makanan minuman skala besar hingga kecil. Kebutuhan tahun 2015 saja mencapai 2,9 juta ton untuk gula rafinasi. Angka ini terus naik seiring naiknya angka konsumsi masyarakat.


"Pertanyaan banyak soal gula. Dari tahun ke tahun untuk kebutuhan gula naik terutama untuk industri makanan dan minuman trennya naik 6% per tahun. Tahun 2015 bahkan naik 9%. Dari kebutuhan gula keseluruhan kebutuhan 5,7 juta ton sebanyak 2,8 juta ton gula kristal putih dan kebutuhan rafinasi sekitar 2,9 juta ton," kata Saleh saat acara rapat kerja di Komisi VI DPR Senayan, Jakarta, Senin (6/4/2015).


Angka izin impor gula rafinasi dikeluarkan berdasarkan analisa tim independen. Penerbitan izin impor gula rafinasi dilakukan setiap 3 bulan sekali.


"Kami minta ke PT Suconfindo (surveyor) untuk kaji kebutuhan gula industri makan dan minum ternyata mencapai 2,8-2,9 juta ton," ujarnya.


Di tempat yang sama, Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel menilai persoalan pro kontra gula rafinasi harus dilihat secara jernih. Harga gula rafinasi yang lebih murah daripada gula kristal tebu petani, karena pabrik gula dalam negeri, yang mayoritas milik BUMN telah berusia di atas 100 tahun. Akibatnya produktivitas pabrik gula sangat rendah sehingga kalah bersaing dengan gula impor.Next


(feb/hen)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com