Harga dan Pasokan Gas Bakal Ditentukan oleh Satu Badan

Jakarta -Dalam revisi Undang-undang No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pemerintah akan mengubah sistem tata kelola migas di Indonesia. Salah satunya dengan pembentukan badan usaha penyangga gas bumi atau agregator gas.

"Pemerintah dalam revisi UU Migas akan membentuk badan regulator hilir gas bumi dan menunjuk BUMN sebagai badan usaha penyangga gas bumi nasional di wilayah tertentu (agregator)," kata Menteri ESDM Sudirman Said kala ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (10/4/2015).


Tugas agregator gas antara lain:



  • Pengaman cadangan gas bumi nasional.

  • Membeli gas bumi dari dalam negeri.

  • Membeli gas alam cair (LNG) dari dalam negeri dan impor.

  • Membangun infrastruktur gas bumi.

  • Menjual gas bumi di dalam negeri (kepada konsumen dan badan usaha niaga).

  • Melakukan agregasi harga gas bumi pada wilayah usahanya.


Badan usaha lain/BUMD/swasta/koperasi dapat menjadi badan usaha niaga untuk Kawasan Estate dengan izin usaha dari pemerintah (membeli gas dari agregator).

"Semua produksi gas dari dalam negeri nantinya wajib dijual ke agregator. Kemudian oleh agregator ditentukan harga dan pasokannya," kata Sudirman.


Tugas sebagai agregator ini nantinya bisa diberikan kepada PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), atau badan usaha lain yang ditunjuk pemerintah.


Begini gambaran tugas agregator gas ini:


Gas bumi yang berasal dari fasilitas produksi gas BUMN atau swasta di hulu migas, kilang LNG dan LPG dalam negeri, serta gas impor dari LNG dan LPG dijual/dibeli seluruhnya oleh agregator (BUMN). Lalu oleh agregator, gas tersebut dipasok untuk:



  • Lifting minyak

  • Industri pupuk

  • Bahan baku.

  • Transportasi.

  • Pembangkit listrik.

  • Industri lainnya.

  • Badan Usaha Niaga Gas (trader gas) yang kemudian oleh trader ini disalurkan ke konsumen.

  • Ekspor gas.


(rrd/hds)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com