"Uang-uang tersebut disimpan begitu lama. Sulit untuk membuat mereka menggunakan uang tunai tersebut," ujar Kepala Ekonomi dari Mizuho Securities, Yasunori Ueno, seperti dilansir dari CNBC, Senin (6/4/2015).
Tahun lalu, Menteri Keuangan Jepang, Taro Aso, sempat marah kepada masyarakat Jepang karena begitu banyaknya uang tunai yang mereka pegang, dan disimpan di bawah bantal tersebut.
"Ini konyol. Seharusnya uang-uang tersebut disimpan di bank, sehingga bank bisa membiayai industri-industri," kata Aso, menurut laporan harian Sankei.
Ueno memperkirakan, per 25 Maret lalu, rumah tangga di Jepang menyimpan sekitar 36 triliun yen (US$ 301 miliar) atau sekitar Rp 3.900 triliun uang tunai di rumahnya.
"Ini seperti bola salju yang belum meleleh. Uang-uang itu akan diam begitu saja di sana, tidak bergerak dan membeku sepanjang waktu," kata Kepala Ekonomi dari Dai-ichi Life Research Institute, Hideo Kumano.
Di banyak negara, menyimpan uang sering diartikan dengan pergerekan ekonomi bawah tanah, untuk menghindari pajak. Kumano belum bisa mengartikan, apakah ada pajak-pajak yang dihindari oleh masyarakat Jepang.Next
(dnl/dnl)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
