RI dan Jepang Kerjasama Penanggulangan Bencana Gunung Berapi

Jakarta - Pemerintah Indonesia terus melakukan program penanggulangan mitigasi bencana alam dengan pemerintah Jepang melalui teknik sabo.

Sabo sendiri diambil dari Bahasa Jepang yang berarti Sa: pasir dan Bo: perlindungan, yang secara harfiah bisa diartikan pengelolaan bencana terkait dengan sedimen. Sabo sendiri bisa dibangun berupa bangunan atau bendung yang berfungsi menahan lava atau banjir lahar yang dikeluarkan oleh letusan gunung merapi.


Setelah terjalin selama 40 tahun, kali ini kerjasama dengan Jepang tersebut akan lebih menyebar untuk menanggulangi bencana ke beberapa daeah rawan di Indonesia.


Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Muhammad Hasan menjelaskan Indonesia memiliki banyak daerah rawan bencana, seperti halnya Jepang, seperti daerah rawan bencana letusan gunung merapi dan curah hujan tinggi yang menyebabkan banjir dan longsor.


"Jadi kita melakukan kerjasama ini karena kita punya kemiripan, dan pengalaman yang sama. Kerjasama ini sudah 40 tahunan, kalau yang sekarang kita lebih menyebar ke daerah-daerah lain seperti Sumatera dan Sulawesi, karena yang sudah dilakukan lebih fokus di Jawa," ungkap Hasan saat ditemui di acara Workshop Kerjasama Indonesia-Jepang dalam bidang Sabo di Kementerian Pekerjaan Umum, Senin (25/2/2013).


Lebih lanjut Hasan mengatakan, bentuk kerjasama yang dilakukan adalah dengan pemberian teknologi, dan tenaga ahli yang juga bertukar pengalaman dan pengetahuan dengan para ahli di Indonesia.


"Ada dari segi expertise-nya meraka datang kesini dan juga mereka memberikan training-training untuk orang-orang kita disini," lanjutnya.


Sebagai contoh, telah dilaksanakan proyek penanggulangan bencana sedimen dan banjir bandang di proyek Gunung berapi, Gunung Semeru, Gunung Kelud, Gunung Garung, dan Gunung Bawakareng.


"Dan yang terakhir kan bendungan alam di Ambon. Kapasitasnya diatas 20 juta meter kubik. Dan itu saya kira terbesar di dunia," katanya.


Sebagai salah satu kerjasama lain, para tenaga ahli Indonesia dan Jepang bekerjasama pada bendungan di Ambon yang menyebabkan tanah longsor di tahun 2012. Alat pengukur tinggi air akan dikirim ke Ambon untuk menganalisa stabilitas dam dan digunakan untuk memberikan peringatan bagi penduduk yang tinggal di bagian hilir.


"Ini tak hanya untuk bencana di daerah gunung yang aktif, tapi juga bisa untuk bencana longsor. Kita juga mengaplikasikan penyebaran ini di Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Selatan, dan Tengah, dan daerah lainnya," Pungkas Hasan.


(zul/hen)