Ada Pajak 1%, Pengusaha Bakal Tergoda Pangkas Omzet di Bawah Rp 4,8 Miliar

Jakarta - Mulai hari ini, pemerintah memberlakukan aturan baru pengenaan pajak penghasilan (PPh) untuk usaha kecil menengah (UKM). Pelaku UKM yang omzetnya hingga Rp 4,8 miliar wajib membayar pajak hanya sebesar 1% per tahun, di atas itu akan berlaku PPh reguler.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang UKM dan Koperasi Erwin Aksa khawatir pengenaan pajak ini membuat pelaku UKM tergoda menurunkan omzetnya menjadi di bawah Rp 4,8 miliar per tahun. Tujuannya untuk menghindari dipotong PPh lebih besar.


"Peluang UKM yang omzetnya di atas Rp 4,8 miliar menurunkan nilai omzetnya menjadi di bawah Rp 4,8 miliar sangat besar. Ini jadi catatan pemerintah,” kata Erwin saat berdiskusi dengan media di Restoran Penang Bestro Kawasan Mega Kuningan Jakarta, Senin (01/7/2013).


Kadin berharap agar celah semacam ini secepatnya diantisipasi oleh pemerintah. Erwin sendiri tidak mempermasalahkan aturan pajak terbaru ini. Namun sebaiknya pengenaan pajak UKM tidak hanya bersifat pungutan atau fiskal bisa menjadi semacam insentif, sarana atau alat untuk menaikkan status pengusaha UKM dari informal menjadi formal.


"Utamanya pengusaha kecil bisa naik kelas," imbuhnya.


Erwin juga menjelaskan, pajak bukan menjadi beban baru bagi pelaku UKM. Pajak ini diharapkan dapat menjadi pintu masuk pelaku UKM untuk mampu mengakses modal, pasar, dan sumber daya manusia.


Adanya pajak ini perusahaan kecil nantinya akan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Perusahaan UKM juga akan terdorong mengelola perusahaannya secara profesional dengan tata kelola yang baik.


"Hal-hal semacam ini nantinya yang membuat UKM bisa diperhitungkan oleh lembaga keuangan untuk memperoleh akses modal. Mereka terlihat lebih bankable, bisa juga ini menjadi insentif atau media untuk menjaring UKM agar mereka nantinya mampu masuk ke lembaga keuangan mencari modal, menerobos pasar, dan mencari SDM-SDM profesional," jelas Erwin.


Kadin meminta agar pemerintah lebih kencang mendorong akses permodalan, pasar, dan SDM setelah implementasi regulasi ini. Karena, tak hanya naik kelas, UKM Indonesia ke depan juga dituntut harus berdaya saing tinggi, guna menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015.


"Pelaku UKM nanti akan lihat apa dampaknya bagi mereka dengan adanya pajak itu. Apakah akses permodalan masih tetap sulit, biaya dana atau bunga bank tetap tinggi, akses pasarnya ribet, infrastruktur masih semacam dulu? Dunia usaha akan lihat ke sana," cetus Erwin.


(wij/hen)