Bagaimana Nasib Harga Rumah Pasca BBM Naik?

Jakarta - Kenaikan harga BBM subsidi beberapa waktu lalu dikhawatirkan akan mengerek harga-harga produk termasuk produk properti seperti rumah. Namun Indonesia Property Watch (IPW) punya proyeksi bahwa kenaikan harga rumah masih dipicu oleh permintaan tinggi, pengaruh dari kenaikan harga BBM justru tak signifikan.

Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda dalam situs resminya dikutip Jumat, (5/7/2013)


Menurut Ali, secara teori pengembang akan menaikkan harga rumah karena kenaikan harga BBM, namun tentunya dalam prakteknya tidak dapat sesederhana itu. Ia beralasan naiknya BBM tidak berdampak secara langsung terhadap kenaikan harga rumah.


"Kenaikan harga rumah seharusnya telah menjadi pertimbangan pengembang ketika mereka merencanakan untuk mengembangkan sebuah proyek dengan segala resiko yang ada termasuk naiknya BBM saat ini sebagai bagian perhitungan inflasi secara keseluruhan. Dengan demikian, rasa-rasanya pengembang tidak akan menaikan harga rumah dalam waktu dekat," kata Ali.


Ia beralasan dari fakta pergerakan pasar properti 3 tahun terakhir yang sangat fantastis dengan kenaikan harga properti yang berlipat-lipat membuat harga tanah pun terdongrak signifikan.


Namun menurut Ali, siklus properti ini akan mengalami perlambatan terkait dengan perkiraan naiknya lagi suku bunga dalam waktu dekat, tingginya inflasi, yang berakibat menurunya daya beli. Perlambatan pasar ini juga akan mencerminkan penurunan tingkat penjualan di sektor properti dan merupakan siklus alamiah yang terjadi di sektor ekonomi dan properti.


"Dengan kondisi seperti ini diperkirakan para pengembang harus berpikir dua kali untuk menaikkan harga rumahnya," katanya.


Ali menambahkan pasar yang jenuh di segmen atas telah membuat pengembang harus mulai merambah ke segmen menengah dengan segmen yang lebih rendah.


Peningkatan kelompok segmen menengah di perkotaan yang diperkirakan meningkat 20% - 30% dalam 2 tahun terakhir menjadi pasar sasaran pengembang properti saat ini.


"Namun demikian berbeda dengan segmen atas, di segmen menengah ini pengambang harus ekstra hati-hati menetapkan harga, relatif dibandingkan dengan properti segmen atas,"ujar Ali.


"Meskipun terdapat hubungan antara kenaikan BBM dengan kenaikan biaya produksi perumahan. Namun dalam beberapa kali kenaikan BBM yang terjadi di Indonesia terlihat kaitan yang tidak kuat antara kenaikan BBM dan harga rumah. Naiknya biaya produksi memang akan menurunkan margin pengembang atau malah pengembang akan menurunkan kualitas rumah yang ada untuk penyeimbang," jelas Ali.


Ia meyakini pengembang tidak akan melakukan strategi untuk menaikan harga rumah dalam jangka waktu dekat. Karena dengan naiknya harga rumah berarti membuat pasar semakin terbatas dan akan berdampak terhadap menurunnya penjualan.


"Kenaikan harga rumah diperkirakan cenderung lebih dikarenanya tingginya permintaan pasar dan iklim investasi yang menunjang, sehingga naiknya BBM hanya merupakan pertimbangan sekunder untuk menaikkan harga. Karenanya peningkatan harga properti saat ini tidak serta merta dikarenakan naiknya BBM namun lebih terhadap siklus properti yang masih cukup tinggi," katanya.


Ali mengakui kadang-kadang terlihat bersamaan antara kenaikan BBM dan kenaikan harga rumah, namun sebenarnya keduanya berjalan sendiri-sendiri. Besarnya kenaikan harga tidak bisa dipilah-pilah sebagai akibat dari naiknya BBM atau bukan karena merupakan harga yang terbentuk dari permintaan di pasar.


"Dampak atas kenaikan BBM umumnya terlihat setelah 2-3 bulan ke depan. Di saat ini jugalah umumnya pengembang akan mengevaluasi harga rumah yang akan dijual apakah masih dalam batas wajar atau tidak. Karena kenaikan harga harus dipertimbangkan secara matang berkaitan juga dengan persaingan dengan proyek sejenis. Naiknya harga yang terlalu tinggi pun diyakini akan memberikan dampak penurunan tingkat penjualan," katanya.


Menurutnya dalam jangka waktu dekat pengembang akan melakukan strategi wait and see, sambil melihat apakah naiknya BBM ini benar-benar telah mengganggu biaya produksi rumah.


Saat ini di lapangan banyak juga pengembang yang secara bertahap menurunkan aktifitas pembangunannya sambil menghabiskan sisa stok rumah yang ada karena dibangun dengan biaya produksi sebelum naiknya BBM.


"Meskipun demikian diperkirakan sedikit banyak memang akan terjadi penundaan pembelian khususnya untuk segmen menengah sampai bawah. Artinya dalam jangka waktu dekat, pasar konsumen dan pasar pengembang akan melakukan kalkulasi ulang terhadap kewajaran harga properti," jelas Ali.


(hen/dru)