Perusahaan ini berkolaborasi dengan sebuah perusahaan tambang yaitu Bumi Makmur Selaras Group (BMS Group) untuk membuka tambang nikel dan membangun smelter di Konawe, Sulawesi Tenggara. Nilai investasinya mencapai US$ 500 juta atau sekitar Rp 4,7 triliun. "Sekarang ini mereka sudah tempatkan kira-kira US$ 150 juta," ujar Presiden Direktur BMS Group Tadjudin Hidayat usai bertemu Menteri Perindustrian MS Hidayat di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (5/7/2013).
Kedua perusahaan itu akan membentuk perusahaan joint venture bernama Hanking BMS untuk menjalankan tambang nikel dan mendirikan smelter. Pabrik tersebut akan menggelar uji coba produksi pada akhir tahun ini. Sedangkan resmi berproduksi mulai Mei 2014.
Adapun kapasitas produksi nanti sebesar 20 ribu per tahun. "Secara bertahap kami akan tingkatkan menjadi 60 ribu ton," kata Tadjudin.
Sementara Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto menambahkan, proses pembangunan smelter umumnya memakan waktu dua tahun. Namun, Panggah mengungkapkan smelter milik BMS group dan China Resources itu bisa lebih cepat.
Pasalnya, proses konstruksi sedang berjalan. "Peralatan sudah di lapangan, sudah mulai konstruksi," tutur Panggah.
(dnl/dnl)
