Bos AP II Merasa Jadi Kambing Hitam Soal Penundaan Penerbangan Garuda ke London

Jakarta - Pihak PT Angkasa Pura II (AP II) selaku pengelola Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) menanggapi kasus PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) yang gagal terbang perdana Jakarta ke London.

AP II tak mau didiskreditkan oleh Garuda yang menyalahkan kemampuan landasan pacu atau runway Bandara Soetta yang tidak bisa menahan beban Boeing 777-300ER.


Direktur Utama AP II Tri Sunoko mengatakan pihaknya merasa dijadikan kambing hitam oleh Garuda terkait masalah ini. Menurutnya Garuda tidak ada koordinasi dengan pihak AP II ketika akan membeli dan mengoperasikan armada Boeing 777-300ER di dalam negeri.


"Itu harus koordinasi jangan mau sendiri, setelah itu ngomong di luar kalau bandara nggak mampu. Itu namanya mendiskreditkan. Itu nggak bagus, itu nggak etis," ucap Tri kepada wartawan di Jakarta, Jumat (2/8/2013).


Menurutnya Garuda terlalu memaksakan untuk membuka penerbangan langsung dari Jakarta-London melalui Bandara Soetta. Menurutnya saat ini daya tahan aspal di Bandara Soetta baru 120 R/D/W/T dan masih dilakukan peningkatkan kualitasnya melalui penyuntikan secara bertahap.


Sementara permintaan Garuda ketebalan yang diperlukan untuk kondisi penumpang, cargo dan bahan bakar terisi 100% memerlukan ketebalan landasan hingga 130 R/D/W/T.


"Misalnya rumahnya kamu jalannya gang, terus kamu pengin punya mobil gede, tapi nggak muat tapi kamu paksakan. Itu harus disesuaikan. Bandara memang mampu segini, beli pesawatnya disesuaikan," tambahnya.


Menurut Tri, beberapa maskapai dunia telah terbang dari Bandara Soetta menggunakan pesawat Boeing 777-300ER. Namun maskapai seperti Singapore Airlines, Emirates dan Ettihad selalu transit sebelum menuju penerbangan akhir yang dituju. Namun kasus Garuda berbeda, maskapai pelat merah ini menurutnya ingin memaksakan penerbangan langsung.


"Sekarang yang terbang dengan pesawat sama itu Etihad, SQ, Emirates, KLM, Saudia. Mereka sama persis pakai 777-300 ER," jelasnya.


Diakui Tri, tingkat keiisian penumpang atau load factor rata-rata maskapai itu hingga 80%. Nilai tersebut sudah sangat bagus. Penerbangan Garuda langsung sebetulanya bisa berjalan kalau tingkat isian penumpang dan cargo ditargetkan hanya 90%.


"Terbang jarak jauh re-fuel minyak harus full. Itu kan berat belum lagi kalau kargo penuh dan penumpang penuh itu 100%. Apakah bisa mencapai 100%? Bisa nggak atau optimistis nggak? kalau 90% bisa. Itu sudah bagus. Fuel penuh, penumpang dan cargo 90%. Itu sudah bagus bisnisnya," tegasnya.


(feb/hen)