Ketua Umum Asosiasi Perstekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, Indonesia saat ini bukanlah negara produsen mesin. Sehingga untuk memajukan industri tekstil di dalam negeri, mau tidak mau mesin tekstil harus diimpor, dengan minimal harga US$ 1.000/unit.
"Sampai saat ini Indonesia hanya sebagai user (pengguna). Ke depan kita harus membuat semacam cetak biru kapan kita membuat mesin tekstil, atau apapun. Sebetulnya kita pernah bisa di 90-an. Tapi berakhir di BPPN (badan penyehatan perbankan nasional). Kalau sudah di BPPN berarti meninggal dunia. Ini bagaimana kita bisa menghidupkan kembali ini," kata Ade saat berbincang dengan wartawan di Kantor API, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Senin (14/4/2014).
Ade mengatakan, impor mesin setiap tahun terus meningkat, seiring dengan pertumbuhan sektor industri di dalam negeri. Tahun 2012 saja, impor mesin tekstil dari negara-negara seperti Jepang, Tiongkok dan negara lain mencapai US$ 1 miliar.
"Kita konsumsi mesin tergantung pada impor itu 100%. Dari tahun ke tahun impor mesin meningkat tajam. Di 2012, satu miliar dolar," katanya.
Perlu dilakukan upaya keras untuk tidak selalu menjadikan Indonesia sebagai negara importir mesin terus menerus. Salah satu upaya yang dilakukan API adalah dengan mengadakan pameran yang diselenggarakan oleh PT Peraga Nusantara Jaya.
Pameran bertaraf internasional untuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang bertajuk Indo Intertex-Inatex-Indo Dyechem 2014 ini, akan memamerkan teknologi permesinan tekstil dan garmen, bahan baku produk tekstil, serta dye tuff, dan kimia tekstil.
Gelaran ini akan dilangsungkan di JIEXPO Kemayoran, Jakarta mulai tanggal 23-26 April pukul 10.00-18.00 dengan perkiraan pengunjung sampai 30.000 kalangan pengusaha, profesional, dan akademisi dari sektor industri TPT. Pameran ini akan dibuka oleh Menteri Perindustrian MS Hidayat.
(zul/dnl)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!