Petugas Pajak di Negara Maju Bisa Buka Data Nasabah Bank, Kok RI Tak Bisa?

Jakarta -Pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali meneriakkan pentingnya pembukaan data nasabah bank oleh petugas pajak. Alasannya dengan dibukanya data nasabah maka penghindar pajak bisa langsung ditagih.

Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengatakan seringkali berbagi pendapat dengan otoritas pajak di negara-negara maju.


"Saya sharing sama otoritas pajak di negara maju yang tergabung dalam OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development). Mereka bilang, kelemahan mendasar pajak di Indonesia adalah kerahasiaan bank. Itu cuma di Indonesia. Di negara-negara maju kapitalis seperti Amerika dan Jepang bisa, kok kita tidak?" kata Fuad di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis malam (26/6/2014).


Fuad mengatakan, data rekening bank merupakan data paling valid untuk Ditjen Pajak. Jadi bisa langsung ketahuan dan ditagih bila ada wajib pajak yang bayar pajaknya di bawah kewajiban.


"Banyak nasabah bank di Indonesia yang dananya Rp 5 miliar ke atas. Itu pasti kekayaannya di atas Rp 5 miliar. Itu datanya paling valid, sehingga kita bisa tahu siapa yang bayar pajaknya kurang," ungkapnya.


"Di Ditjen Pajak, kelemahan mendasarnya adalah tidak bisa buka data nasabah bank," jelasnya.


Selama ini, Ditjen Pajak bisa membuka data nasabah bank bila dalam rangka pemeriksaan dan ada prosedurnya.


Fuad mengatakan, negara seperti AS, Inggris, dan Jepang memperbolehkan otoritas pajak membuka rekening nasabah bank. Sehingga wajib pajak tidak bisa bohong dan bisa terlacak kewajibannya.


"Malaysia saja bisa setiap saat. Bahkan tak perlu izin bank sentral," ungkap Fuad.


Sebelumnya Ditjen Pajak berharap ada perubahan pada Undang-undang (UU) perbankan. Hal ini dilakukan supaya bisa mendeteksi kesesuaian kekayaan para nasabah dengan pajak yang dibayarkan.


(dnl/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!