Proyek Panas Bumi Ini Molor 20 Tahun, Padahal Bisa Hemat Subsidi Rp 10 M/Hari

Jakarta -Pengembangan infrastruktur di Indonesia memang berjalan lambat. Ini bukan semata-mata karena uang, tapi proses perizinan, birokrasi, serta pembebasan lahan jadi hadangan. Di sektor panas bumi juga demikian.

Wakil Presiden Boediono mengatakan, Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, yaitu 30 ribu megawatt (MW) atau 40% dari cadangan panas bumi dunia.


Ini terjadi pada proyek pembangkit listrik panas bumi (PLTP) Sarulla berkapasitas 3 x 110 MW di Sumatera Utara. Proyek ini terhambat hingga 20 tahun.


"Kita tahu PLTP Sarulla kapasitas 3 x 110 MW terhenti selama 20 tahun, merupakan program FTP (fast track program) II 10.000 MW, banyak sekali hambatannya," ujar Wakil Presiden Boediono di acara The 3rd Indonesia EBKTE-ConEx 2014, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (4/6/2014).


Boediono mengungkapkan, untuk menyelesaikan hambatan-hambatan pembangkit Sarulla hingga akhirnya tahun ini bisa mulai dibangun, ada 7 menteri yang langsung dilibatkan.


"Jadi 7 menteri dan tim teknisnya, rapat berjam-jam yang tidak terhitung lagi, hanya untuk menghilangkan sumbatan di proyek ini, saya tidak berharap hal seperti ini kembali terulang, terima kasih kepada Menteri ESDM, Menteri BUMN, Menteri Keuangan, Kehutanan, Jaksa Agung, dan UKP4 serta Pemda bisa selesaikan proyek ini," katanya.


Ia menambahkan, pembangkit Sarulla ini diharapkan dapat mengakhiri krisis listrik di Sumatera saat ini, juga dapat membantu negara menghemat subsidi listrik.


"Sarulla kalau beroperasi seluruhnya, bisa menghemat subsidi US$ 1 juta/hari, mengurangi 1,5 juta ton/tahun. Apalagi sekarang PLTP Patuha 55 MW sudah beroperasi penuh, ini merupakan proyek panas bumi pertama di FTP II 10.000 MW," tutupnya.


(rrd/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!