Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, indeks acuan ini nantinya akan menjadi acuan penetapan harga bioetanol di Indonesia.
"Kita menginginkan harga yang mengikuti pasar dan memberikan kepastian ke produsen dan juga memberikan margin yang wajar. Itu yang kita mintakan," kata Kusdiana di JCC, Jakarta, Kamis (5/6/2014).
Adapun dalam penetapannya, indeks ini diharapkan dapat mengacu pada harga produksi bioetanol yang dilakukan di dalam negeri.
Dadan menjelaskan, selama ini Indonesia masih mengacu pada indeks harga yang ditetapkan di Thailand. "Misal di Thailand Rp 6.000 kita harus ikut Rp 6.000, padahal harga produksi kita lebih tinggi misalnya. Kan kashian produsen kita kalau harganya lebih rendah," tuturnya.
Keberadaan indeks ini akan membuat Indonesia tidak lagi berpatokan dengan harga bioetanol yang berlaku di Thailand.
"Sekarang patokan sudah ada tapi dianggap tidak cocok dengan produsen. Nah ini kita ingin merevisi indeks harga bioetanol supaya lebih menarik. Harga bisa berubah-ubah tergantung di Thailand. Kita akan mengubah supaya lebih baik lebih menggambarkan biaya produksi bioetanol Indonesia. Selama ini indeks harganya memakai standar yang di luar, sekarang di balik kita mencoba supaya mengacu pada biaya dalam negeri. Jadi lebih mandiri kita lebih merespon kondisi Indonesia," tegas dia.
Dia pun berharap, pembahasan ini dapat segera dituntaskan agar cepat memberi kepastian bagi pelaku usaha di sektor bioetanol ini.
"Rasanya sekarang kementerian keuangan sudah mulai menunjukkan pengertian yang lebih bagus. Ini sudah bulan ke 37 kita membahas itu kita harap tidak menambah bulan terlalu banyak," pungkasnya.
(dnl/dnl)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
