Marak Penawaran Kredit Lewat SMS, Ini Respons OJK

Jakarta -Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta kepada para pelaku jasa keuangan untuk tidak lagi menawarkan produk melalui layanan pesan singkat (SMS) atau telepon. Aktivitas ini dinilai mengarah ke meresahkan masyarakat.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (5/6/2014). "Kita sudah keluarkan surat edaran pada bank yang melakukan kontrak dengan mereka untuk di-review kembali. Kita akan terus pantau. Seperti penawaran KTA (Kredit Tanpa Agunan), kartu kredit, dan sejenisnya," paparnya.


OJK, lanjut Muliaman, meminta lembaga jasa keuangan untuk meninjau kembali kerja sama dengan pihak ketiga yang melaksanakan penawaran produk melalui SMS atau telepon. Penawaran harus dilakukan dengan terlebih dulu mendapatkan persetujuan dari konsumen atau calon konsumen.


Muliaman menilai maraknya penawaran produk atau jasa keuangan melalui SMS atau telpon sudah mengarah pada kondisi yang meresahkan masyarakat. "Penggunaan data nomor telepon oleh pihak ketiga tersebut ditengarai dari berbagai sumber yang diperoleh secara resmi atau penggunaan database nomer telepon yang banyak dijual di pasaran umum," katanya.


Permintaan OJK ini tertuang dalam Peraturan OJK No 1/POJK.7/2013 tanggal 6 Agustus 2013 yang akan berlaku mulai 6 Agustus 2014. Aturan ini melarang penawaran produk dan atau pelayanan jasa keuangan melalui SMS atau telpon tanpa persetujuan konsumen.


OJK telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengatasi SMS spam yang telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Dalam waktu dekat, OJK akan menandatangani MoU dengan Kemenkominfo.


"Tentu saja OJK akan mencarikan payung hukum yang pas. Kami sedang berusaha berbicara dengan Menkominfo terkait bagaimana yang efektif. Kita coba bagaimana agar tak ada yang terganggu," tutur Muliaman.


Sanksi yang akan diterapkan bagi institusi yang masih menawarkan produk melalui SMS atau telepon adalah pembinaan. Muliaman mengaku belum berpikir untuk sampai membekukan izin, menutup, atau jenis hukuman lainnya.


"Kita lebih persuasi dulu ke lembaga keuangan karena ada isu perlindungan konsumen di dalamnya. Itu nanti kita lakukan pembinaan. Yang memberi pekerjaan ini kan lembaga keuangannya, kita bendung di pusatnya. Agar kalau you nanti betul-betul melakukan itu ada aturannya yang clear. Kita akan terus pantau," terangnya.


(mkl/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!