"Kita merdeka lebih dulu dari Singapura dan Malaysia. Tapi kalau melihat indikatornya, kok kemakmuran kita lebih rendah?" tegas Harry di gedung BPK, Jakarta, Senin (15/12/2014).
Salah satu indikator kesejahteraan, lanjut Harry, adalah rasio gini. Rasio gini membentang dari 0 sampai 1, di mana 0 menandakan sangat merata dan 1 sangat timpang.
Rasio gini Indonesia pada 2010 adalah 0,37, kemudian naik menjadi 0,42 pada 2013. Artinya, kesenjangan antara kaya dan miskin di Indonesia semakin lebar.
"Ini yang menunjukan kesenjangan. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin," ujarnya.
Indikator lainnya, tambah Harry, adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut UNDP, IPM Indonesia pada 2013 adalah 0,684. Hanya naik tipis dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 0,681.
Harry mengusulkan agar kedua indikator tersebut masuk dalam wilayah kewenangan audit BPK. Pasalnya, setiap rupiah dari anggaran negara harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
"Jika tidak meningkatkan kemamuran, apakah ada kesalahan dalam pengelolaan keuangan? Itu harus kita bisa lihat dengan audit kinerja," tukasnya.
Menurut Harry langkah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah cukup bagus dengan program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Program ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat.
"Ini yang harusnya kita jaga," tegas Harry.
(mkl/hds)
