Harga BBG Lebih Murah, Kenapa RI Masih Terus Bergantung BBM?

Jakarta -Program konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) yang dicanangkan pemerintah bertahun-tahun tak jalan. Meski harga BBG lebih murah, tapi mengapa Indonesia masih bergantung BBM yang diimpor?

Ketua Asosiasi Perusahaan CNG Indonesia (APCNGI), Robbi S. Sukardi mengatakan, saat ini harga keekonomian BBG jenis CNG adalah Rp 5.500/lsp (liter setara premium).


"Ini tanpa fasilitas subsidi ya. Jadi lebih murah dari bensin premium yang sudah disubsidi," jelas Robbi usai bertemu Menko Perekonomian Sofyan Djalil di kantor Kemenko Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (19/12/2014).


Robbi mengatakan, harga BBG ini adalah tanpa biaya penyaluran lewat infrastruktur pipa atau biaya pembangunan SPBG. Jadi pemerintah harus memberikan insentif agar BBG bisa berkembang di Indonesia, dan harga jual BBG ke konsumen bisa dipertahankan murah. Infrastruktur BBG di Indonesia belum cukup memadai.


Kepada Sofyan Djalil, Robbi menyampaikan, pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang kuat kepada masyarakat soal kelebihan penggunaan BBG. Masyarakat perlu diyakinkan, BBG aman dan murah.


Selain itu, lanjut Robbi, harus ada insentif lainnya yang sebenarnya mudah diberikan. Contohnya, insentif pajak kendaraan yang murah, lalu bea masuk kendaraan BBG yang lebih murah karena dianggap kendaraan ramah lingkungan (green car).


"Green car itu definisinya adalah pakai CNG. Jadi harusnya lebih murah, jadi itu insentif yang kita maksud. Jadi kalau dibandingkan premium tetap harusnya lebih untung," kata Robbi.


Tujuan semua ini adalah merangsang masyarakat untuk menggunakan BBG. Apalagi saat ini Indonesia lebih kaya akan gas dibandingkan minyak.


Namun Robbi mengakui, harga BBG ini masih menggunakan acuan dolar AS, meski gas tersebut diproduksi oleh Indonesia. Sehingga gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pasti mempengaruhi harga BBG di dalam negeri.


(dnl/hds)