Tim Faisal Basri Mau Hapus Cost Recovery, Karena Diduga Jadi Mainan Mafia Migas

Jakarta -Setelah masalah BBM subsidi dan PT Pertamina Energy Trading (Petral) selesai, Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi pimpinan Faisal Basri menyoroti sektor hulu migas, salah satunya soal cost recovery, yang diduga juga menjadi mainan mafia migas.

"Kita sekarang sedang mengkaji bentuk cost recovery. Perlukah tetap dipertahankan. Karena selama ini, cost recovery sangat membebani negara, bahkan cenderung menjadi permainan mafia migas, seperti mark up klaim cost recovery," ujar Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmi Radi, ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (14/1/2015).


Cost recovery adalah uang pengganti biaya operasi, yang dikeluarkan oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS/Perusahaan Migas) untuk melaksanakan kegiatan eksplorasi, dan produksi migas di suatu wilayah kerja atau blok migas.


Kontraktor berhak mendapatkan biaya recovery, setelah ladang minyak dan gas dapat berproduksi secara komersial, melalui sistem bagi hasil dengan negara.


"Opsi yang muncul salah satunya misalnya bagi hasil migas turun jadi 60%, dan KKKS (kontraktor kontrak kerjasama) 40% tapi tanpa ada cost recovery. Apalagi mitos investor tidak akan mau masuk atau investasi hulu migas, tanpa ada cost recovery, itu nggak benar. SKK Migas juga tetap bisa awasi KKKS tanpa cost recovery, karena blok migas yang dikerjakan KKKS adalah milik negara atau aset negara," jelas Fahmi.


Opsi lain, kata Fahmi, cost recovery akan diganti dengan royalti dan pajak. Namun semua usulan atau rekomendasi ini akan tertuang dalam draf revisi Undang-Undang (UU) Migas, sebagai masukan dari pemerintah kepada DPR yang sudah lama berinisiatif untuk merevisi UU Migas.


"Jadi sistem PSC (production sharing contract/kontrak bagi hasil) akan tetap dipertahankan, tapi cost recovery-nya dihilangkan karena ini sarang mafia," tutupnya.


Seperti diketahui, pada 2011, dana cost recovery yang diberikan pemerintah kepada KKKS mencapai US$ 15,22 miliar, pada 2012 meningkat menjadi US$ 15,51 miliar, pada 2013 meningkat lagi menjadi US$ 15,92 miliar. Lalu pada 2014 mencapai yang dianggarkan pada APBN Perubahan 2014 sebesar US$ 17,8 miliar, sampai 26 Desember 2014 realisasi cost recovery sudah mencapai US$ 15,913 miliar.


(rrd/dnl)