Perpanjang Izin Ekspor Freeport, Sudirman Said Bantah Ditekan Asing

Jakarta -Keputusan Menteri ESDM Sudirman Said memperpanjang nota kesepahaman (MoU) antara pemerintah dengan PT Freeport Indonesia menuai pro dan kontra. Pemerintah dianggap ditekan oleh pihak asing karena kembali mengizinkan Freeport mengekspor konsentrat tambangnya hingga 6 bulan ke depan.

"Yang berpikir keputusan pemerintah diambil karena tekanan asing itu, hanya orang-orang yang bermental terjajah, atau inlander. Bahwa pemikiran seperti itu sebenarnya bentuk lain dari Inferiority complex atau rendah diri," tegas Sudirman kepada detikFinance, Jumat (6/2/2015).


Pemerintah memang memperpanjang MoU dengan Freeport yang sebelumnya ditandatangani pada Juli 2014 dan berakhir pada 25 Januari 2015. Namun adanya MoU baru, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) ini bisa melakukan ekspor konsentrat hingga 6 bulan ke depan.


Selain itu, sejak tahun 1970-an Freeport membayar royalti emas hanya 1%, namun sejak MoU ditandatangani pada Juli 2014, royalti emas Freeport naik jadi 3,75%. Namun kesepakatan itu hanya satu dari sekian banyak tuntutan pemerintah Indonesia yang harus disetujui Freeport dalam amandemen kontrak karya (KK).


Namun, Sudirman menegaskan, hingga sampai saat ini pemerintah belum memutuskan apapun terkait isi amandemen kontrak dengan Freeport. Bahwa dalam setiap perundingan internasional, pemerintah harus berdialong dengan banyak pihak, termasuk dengan pemegang saham Freeport di Amerika Serikat.


"Di era globalisasi dan era keterbukaan ini, tidak ada satu bangsa pun yang hidup sendiri. Kata kuncinya adalah saling ketergantungan. Dan untuk berdiri pada cara pandang saling ketergantungan, pertama-tama kita harus memiliki percaya diri sebagai bangsa yang berdaulat. Dengan begitu kita memasuki arena perundingan dengan kepala tegak dan berdiri sama tinggi dengan tetap saling menghormati," tutup Sudirman.


Pemerintah dan PT Freeport Indonesia telah menandangani MoU (nota kesepahaman) pada Juli 2014. Salah satu kesepakatannya, perusahaan asal Amerika Serikat tersebut harus membangun smelter. Namun, menjelang berakhirnya MoU pada 24 Januari 2015, tidak ada progres pembangunan smelter.


Padahal, pemerintah telah memberikan Freeport izin ekspor setelah MoU ditandatangani. Freeport harusnya tidak bisa ekspor karena larangan dalam UU Minera dan Batu Bara pada 12 Januari 2014. Namun, pemerintah memberikan ruang pintu ekspor khusus mineral setengah jadi, seperti konsentrat tembaga, dengan syarat membayar bea keluar dan lainnya.


Kenyataannya menjelang 24 Januari 2015, Freeport belum juga ada tanda-tanda bangun smelter, sehingga terancam kena larangan ekspor tambang mentah sesuai UU tentang Mineral dan Batu Bara. Namun akhirnya pemerintah memperpanjang MoU (nota kesepahaman) izin ekspor PT Freeport Indonesia, untuk 6 bulan ke depan.


(rrd/hen)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com