Meski Menabung Rp 1 Juta/Bulan, Masyarakat Bawah Tetap Sulit Punya Rumah

Jakarta - Dalam 3 tahun terakhir pasar properti mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi termasuk adanya lonjakan harga tanah. Dengan harga tanah yang semakin tinggi, penyediaan rumah murah untuk masyarakat kelas bawah semakin sulit.

Direktur Eksekutif Indonesia Properti Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, kondisi tersebut sedikit banyak berdampak secara otomatis terhadap tanah-tanah yang tadinya diperuntukan untuk pembangunan rumah murah. Harga terdongkrak naik dan pengembang tidak bisa lagi membangun rumah murah dengan patokan rumah yang ada.


"Kenaikan harga rumah yang tinggi meninggalkan daya beli masyarakat MBR untuk dapat membeli rumah," kata Ali dalam situs resmi IPW dikutip, Rabu (22/5/2013)


Ia mengilustrasikan, seseorang yang tadinya berencana membeli rumah seharga Rp 100 juta untuk tipe 36 di tahun 2010, mereka pun diharuskan membayar uang muka 10% senilai Rp 10 juta. Bila untuk uang muka mereka tidak siap, maka mereka harus mencicil sampai terkumpul senilai uang muka yang ada.


"Bila mereka menabung Rp 1 juta per bulan, maka setelah 10 bulan baru terkumpul uang untuk membayar uang mulai. Ironisnya, ketika bulan ke-10 tersebut harga rumah telah naik menjadi 135 juta artinya uang muka yang harus dikumpulkan senilai Rp 13,5 juta dan mereka harus kembali menabung," kata Ali.


Ali menuturkan adanya ketidakcocokan antara suplai rumah murah dan permintaan rumah murah. Hal ini membuat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tidak akan mempunyai rumah sampai kapan pun.


"Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi salah satu terobosan karena bisa meningkatkan daya beli masyarakat dengan buang rendah 7,5% selama 15 tahun. Namun demikian kembali lagi masalah klasik yang menyangkut mismatch pasar belum bisa teratasi," katanya.


Menurut Ali dengan patokan harga pemerintah, dengan diiming-imingi dengan program FLPP, tetap saja pengembang kesulitan untuk membangun rumah dengan harga tersebut karena harga tanah terus beranjak naik meninggalkan daya beli.


"Karenanya ketika banyak kaum MBR yang tidak bisa memiliki rumah, salahkan pemerintah karena tidak siap mengantisipasi mekanisme pasar perumahan yang ada. Seharusnya pemerintah dapat memahami bahwa penyediaan lahan untuk rumah rakyat tidak bisa mengikuti mekanisme pasar yang ada karena harga pasti tidak akan terkejar dengan daya beli," katanya.


Ia menyarankan solusinya adalah menyiapkan ketersediaan tanah oleh pemerintah. Pemerintah harus siap untuk mempunyai bank tanah (land bank) yang berada di luar mekanisme pasar.


"Artinya tanah-tanah yang menjadi bank tanah pemerintah tidak akan mengikuti gejolak harga di pasar dan pemerintah menjadi penentu patokan harga tanahnya agar sesuai untuk dibangun rumah murah. Dalam hal ini pemerintah menyediakan tanah dan swasta yang membangun," jelas Ali.


(hen/dnl)