Jokowi Harus Koalisi, Investor Ragu Ekonomi RI Bisa Refresh

Jakarta -Hasil Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif pekan lalu menjadi fokus pemberitaan media asing. Media-media ini menilai para investor asing menjadi ragu pemerintahan koalisi bisa memberi angin segar terhadap ekonomi Indonesia.

Hasil Pemilu Legislatif menunjukkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) hanya memenangkan 19% suara dari total kebutuhan suara 20% atau 25% kursi di DPR. Ini di luar ekspektasi pelaku pasar modal.


PDI-P mendapatkan suara yang cukup banyak berkat popularitas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Pelaku pasar juga berharap Jokowi bisa leluasa menetapkan calon wakil presiden yang akan jadi pendampingnya tanpa harus berkoalisi.


Namun apa daya, dengan perolehan suara PDI-P yang tidak sesuai target itu maka partai berlambang banteng itu harus membuka diri untuk koalisi. Namun peluang adanya koalisi ini dinilai negatif oleh pelaku pasar.


Pasalnya, pelaku pasar sudah bosan dengan pemerintahan koalisi berkaca kepada ekonomi Indonesia dalam lima tahun terakhir. Analis menilai, kecil kemungkinan pemerintahan baru bisa mereformasi ekonomi Indonesia dengan baik.


"Anggota legislatif yang sekarang bakal lebih rapuh ketimbang anggota parlemen yang lama," kata Analis Independen Paul Rowland seperti dikutip AFP, Senin (14/4/2014).


Lebih rapu karena jumlah partai di parlemen bertambah menjadi 10 dari sebelumnya hanya sembilan, gara-gara adanya koalisi antara partai-partai kecil. Sehingga, pengambilan keputusan juga dinilai bisa lebih kompleks.


Ekonomi Indonesia sudah naik 5,8% tahun lalu, tapi investor menyayangkan para pemangku kebijakan belum bekerja dengan baik dan memaksimalkan potensinya.


Investor melihat minimnya infrastruktur baru ditambah dengan korupsi yang merajalela. Birokrasi juga rumit dan berbelit-belit, terutama bagi pemodal asing.


(ang/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!