Saat ini, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) tengah melakukan penyelidikan anti dumping untuk 3 macam produk benang yaitu spin drawn yarn, partiallya oriented yarn, dan drawn textured yarn.
"Kita tidak menganjurkan kepada Kadi untuk memberikan bea masuk tambahan untuk produk-produk," kata Ketua Umum API, Ade Sudrajat saat konferensi pers di Gedung Adhi Graha, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (30/6/2014).
Dikatakan Ade, API telah menyampaikan keberatan dan tanggapan tertulis atas inisiasi penyelidikan oleh KADI pada 19 Mei 2014 dan keberatan terhadap disclosure essential facts pada 20 dan 23 Juni 2014.
Menurut Ade, benang merupakan sektor industri hulu yang memang harus dilindungi, namun bukan dengan cara mengenai bea masuk anti dumping. Jika dikenakan dengan sistem seperti itu, maka produk hilir akan sangat terpengaruh. Produk hilir dalam hal ini adalah garmen akan bersaing dengan banjirnya produk impor.
"Kalau diberikan proteksi kepada industri hulu, maka dijamin kita akan kebanjiran impor produk hilir. Dari segi strukturnya kalau hulu diproteksi, maka hilir banjir produksi. Maka akibatnya 3.000-an industri berada di dalam keadaan berbahaya. Itu perdagangan dalam negeri. Ini akan mengacaukan perdagangan," tegas Ade.
Ade menjelaskan, pengenaan bea masuk anti dumping akan sangat merugikan industri tekstil dalam negeri yang masih membutuhkan benang impor sebagai bahan baku produksi. Karena industri benang dalam negeri tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan domestik, khususnya untuk tipe benang dengan kualitas tinggi.
Sebelumnya Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) mulai 31 Juli 2013 melakukan penyelidikan produk impor jenis benang untuk industri tekstil yaitu Spin Draw Yarn (SDY) dengan nomor pos tarif 5402.47.00.00. Jenis benang impor itu berasal dari China, Malaysia, Korea Selatan, dan Taiwan.
(zul/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!