Ketua Umum Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Dadi Sudiyana menyebut tren penurunan harga cabai disebabkan karena panen raya di beberapa sentra produksi cabai. Selain itu juga disebabkan karena serapan industri dalam negeri yang cukup rendah.
"Ada beberapa industri yang mengimpor cabai dalam bentuk pasta. Jadi permintaan terhadap cabai rawit segar ini berkurang signifikan," kata Dadi kepada detikFinance, Senin (30/06/2014).
Industri di dalam negeri lebih memilih cabai pasta impor asal Tiongkok hingga Thailand disebabkan karena harga yang lebih murah. Ia tidak menyebutkan berapa selisih harga antara cabai impor pasta dengan cabai rawit segar produksi dalam negeri.
"Cabai pasta itu termasuk produk olahan. Dia (cabai pasta) masuk saat panen sehingga industri ini punya stok," imbuhnya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Dewan Hortikultura Nasional Benny Kusbini, menurut Benny walaupun pemerintah menutup impor cabai segar tetapi impor cabai dalam bentuk pasta untuk industri tetap dibuka.
"Harga cabai anjlok akibat industri tidak beli semua cabai produksi petani. Pemerintah sekarang diam seribu bahasa. Industri kita lebih memilih membeli cabai dari luar negeri. Memang impor cabai fresh ditutup tetapi impor cabai pesta dan cabai yang sudah giling tetap boleh masuk," jelasnya.
Harga cabai rawit merah terus mengalami tren penurunan dalam beberapa bulan terakhir. Harganya di pasar tradisional (konsumen) Rp 16.000-18.000/kg sedangkan di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta hanya Rp 5.000-8.000/kg. Bahkan petani harus rela melepas cabai rawit merah dikisaran Rp 4.000-an/kg saja.
(wij/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!