Harga Minyak Dunia Turun, Apa yang Jadi Alasan Jokowi Naikkan Harga BBM?

Jakarta -Rencana pemerintahan Jokowi-JK menaikkan harga BBM subsidi pada November 2014, berada dalam momen yang tak menguntungkan yaitu ketika harga minyak dunia sedang turun menyentuh ke titik US$ 85 per barel. Kondisi ini bisa menyulitkan pemerintah untuk memberikan alasan soal kenaikan harga BBM.

Namun menurut Direktur Megawati Institute Arif Budimanta, yang menjadi dasar pemerintah menaikkan harga BBM saat ini bukan hanya soal harga minyak dunia, namun mempertimbangkan nilai kurs rupiah terhadap dolar AS yang melemah. Alasannya, semakin rupiah melemah hingga ke titik Rp 12.000/US$, maka makin banyak butuh anggaran subsidi BBM khususnya kebutuhan terhadap impor BBM.


"Harga BBM itu secara hitung-hitungan yang dijual ke pasar masih under value, harga minyak dunia memang turun, tapi nilai tukar rupiah melemah. Pemasukan kita kebanyakan rupiah, oleh karena itu ada space yang membuat subsidi tetap besar," kata Arif di acara diskusi ekonomi di Wisma Intra Asia, Jakarta, Rabu (22/10/2014).


Selain itu, Arif mengatakan pemerintahan Jokowi-JK butuh ruang fiskal yang cukup untuk melakukan program-proram prioritas mereka. Pertimbangannya, dengan menaikkan harga BBM subsidi maka bakal ada dana lebih di APBN untuk dialihkan ke program-program produktif.


"Menaikkan BBM butuh, untuk menjalankan mandat UU dana untuk 1 desa Rp 1 miliar, untuk kesehatan sebesar 5%, mempercepat infrastruktur itu semua butuh dana, sehingga butuh menaikkan harga BBM," tegas Arif.


Ia menambahkan naik turunnya kurs rupiah terhadap dolar pemicunya karena struktur fundamenal ekonomi Indonesia yang rapuh. Kerapuhan fundamental ekonomi dapat dilihat tidak berkembangnya nilai tambah di dalam negeri seperti masih ekspor bahan mentah, termasuk ketergantungan impor sehingga mengganggu neraca perdagangan.


Arif juga menegaskan persoalan kondisi politik tak mempengaruhi signifikan terhadap kurs rupiah. Ia memperkirakan faktor politik hanya mempengaruhi 1-2%, selebihnya adalah fundamental ekonomi.


"Apabila neraca perdagangan positif pada Agustus nilai tukar jadi bagus, begitu negatif lagi, maka balik lagi, ini yang harus diperbaiki pemerintahan Jokowi-JK," katanya.


(hen/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!