Ini Kata OJK Soal Banyaknya Investasi 'Bodong' di Masyarakat

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan penipuan berkedok investasi tidak hanya terjadi di kalangan menengah ke bawah tetapi juga kalangan atas. Hal ini dikarenakan minimumnya akses dan jangkauan lembaga keuangan.

"Ironisnya yang tergiur tidak hanya masyarakat menengah atau bawah tapi juga menegah atas atau tinggi," kata Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Kosumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kusumaningtuti S Soetiono dalam media briefing di kantor Bapepam-LK, Lapangan Banteng, Jakarta, Kamis (7/3/2013).


Dia menjelaskan, maraknya penipuan berkedok investasi tersebut akibat minimnya akses dan jangkauan lembaga keuangan. Selain itu, kata dia, masyarakat Indonesia cenderung mempunyai perilaku dasar menginginkan imbal hasil yang tinggi dalam waktu singkat.


"Sisi konsumen keuangan masyarakat itu sendiri. Dasarnya punya perilaku menginginkan imbal hasil yang tinggi. Di lain sisi, di Indonesia masih ada keterbatasan dari layanan dan produk yang yang ada seperti tabiungan, giro, saham, reksadana, dana pensiun," cetusnya.


Hal itulah yang menyebabkan timbul layanan jasa keuangan 'ilegal' yang memberikan imbal hasil tinggi. "Bahkan imbal hasil yang tidak masuk akal. Itu fakta yang melatarbelakangi terperangkap tawaran yang tidak resmi," cetusnya.


Dia menjelaskan, berdasarkan survei bank dunia tingkat literasi di Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara regional lainnya seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina.


Dia menyebutkan, saat ini jumlah pengguna tabungan giro hanya 111 juta, kredit 42 juta. Sementara jumlah penduduk masyarakat Indonesia mencapai 230 juta penduduk.


Ke depannya, kata dia, pihaknya bersama-sama dengan masyarakat dan lembaga terkait perlu melakukan tindakan preventif. "Kita harus betul-betuk melakukan eduaksi atau sosialisasi tidak hanya di kot-kota tapi di pelosok-pelosok desa," kata Tuti.


(dru/dru)