Kisah Shell Dapat Minyak di RI, Berawal Dari Seorang Mandor Kebun

Yogyakarta - Presiden Direktur Shell Indonesia Darwin Silalahi menceritakan awal mula perusahaan asal Belanda ini berdiri hingga sekarang mendunia. Shell bisa berdiri karena mendapatkan minyak di Indonesia.

Darwin menceritakan, Shell awalnya didirikan di Indonesia oleh seorang mantan mandor perkebunan Hindia Belanda bernama Aeliko Jans Zijklert pada tahun 1880.


Saat itu Zijklert menemukan cairan hitam di area perkebunan Telaga Said, Deli, Sumatera Utara. Sampel minyak tersebut dikirim ke Batavia (Jakarta) untuk diteliti. Ternyata itu adalah minyak bumi. Dia kemudian memutuskan berhenti menjadi mandor dan kembali ke Belanda.


"Di Belanda, Zijklert mencari orang yang berpengalaman untuk mengebor minyak. Ia kemudian menjual ide usahanya ke rekan bisnisnya," kata Darwin dalam acara 'Building Sustainable Career in Energy and Mining Industry' di auditorium Sukadji Ranuwihardjo, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Sabtu (9/3/2013).


Satu tahun berselang, Zijklert melakukan pengeboran minyak bumi di Telaga Said, namun ternyata tidak berhasil karena sumber minyak bumi dalam sumur yang dibor ternyata kering. Shell pun tidak putus asa, lalu melakukan pengeboran di Telaga Said 2 dan akhirnya berhasil.


"Itu penemuan minyak pertama di Indonesia. Itu juga yang memulai berdirinya industri migas yang kini dinamakan Shell," katanya.


Meski perusahaan ini beroperasi pertama di Indonesia, Shell kemudian menjadi perusahaan migas terbesar di dunia. Tidak hanya bidang minyak bumi namun juga perusahaan ini merambah bisnis gas alam cair (LNG), bahkan menjadi pelopor kemajuan inovasi pengolahan gas bumi menjadi energi.


Pengalaman yang patut dicontoh dari perkembangan Shell, seseorang yang mau meninggalkan zona kenyamanan lalu terjun menjadi wirausaha,


"Seorang mandor perkebunan berani keluar dari zona nyaman untuk berbisnis minyak bumi waktu itu. Langkah berani inilah yang menjadi dari cikal bakal shell sekarang,” ungkapnya.


Namun, Darwin mengatakan, saat ini sumber minyak dan gas (migas) baru sudah semakin sulit didapat di Indonesia. Sementara itu kebutuhan energi dunia semakin meningkat. Dikhawatirkan akan terjadi gap besar antara kebutuhan dan ketersediaan pasokan energi di 2025.


"Sekarang ini tidak ada lagi lapangan migas baru di dunia," ungkap Darwin.


Menurut Darwin, sumur minyak baru hanya akan ditemukan pada laut dalam, kutub, dan beberapa wilayah geografi dan geopolitik yang kurang stabil. Eksplorasi di tempat-tempat tersebut membutuhkan biaya yang besar.


Dia mengatakan, Indonesia yang dulu dikenal mempunyai sumber migas potensial besar di dunia, juga dihadapkan pada persoalan minimnya pasokan migas. Sementara kebutuhan semakin bertambah seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi.


"Ketika ekonomi memasuki pasar industrialisasi, maka negara lewat industri migas harus mampu memenuhi kebutuhan energi," katanya.


(bgs/dnl)