Fitra Tuding Rp 16,7 Miliar Dihamburkan Demi Aplikasi Anggaran di Kemenkeu

Jakarta - Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dianggap menghamburkan uang senilai Rp 3,8 miliar dari APBN 2013. Anggaran itu untuk sistem aplikasi penganggaran rencana kerja dan anggaran Kementerian-Lembaga (RKAKL) totalnya sejak 2011 mencapai Rp 16,7 miliar.

Sekeretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Negara (Seknas Fitra) menyebutkan ini adalah sistem aplikasi aneh. Alasannya selain merepotkan KL untuk melakukan input anggaran KL, sisem tersebut tidak ada dampak langsung manfaat untuk masyarakat.


"Sistem aplikasi RKAKL ini aneh dan nggak berdampak langsung untuk masyarakat," ungkap Koordinator Advokasi Fitra Maulana dalam konfrensi pers terkait Sistem Penganggaran, di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Minggu (10/3/2013)


Menurut Maulana Kementerian Lembaga dipaksa bekerja tiga kali dalam menyusun rencana anggaran. Rencana kerja disusun dengan sistem aplikasi Bappenas. Kemudian penyusunan RKAKL dan DIPA menggunakan format Dirjen Anggaran. Selanjutnya laporan pertanggungjawaban di Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu.


"Antara perencanaan pembangunan dan anggaran yang disusun seringkali tidak sinkron," tandasnya.


Ia menuturkan, setiap tahunnya Dirjen Anggaran selalu melakukan perubahan sistem. Perubahan tersebut membuat KL terpaksa harus terus beradaptasi dengan sistem yang baru. Fitra mencatat ada beberapa kejanggalan dari perubahan formatnya.


"Misalnya untuk pembelian mobil, Kementerian Lembaga itu kalau biasanya nulis Rp 100 juta itu nulisnya Rp 300 juta karena kalau yang ini tidak detail. Dan sistem aplikasinya tidak bisa sejauh itu," jelasnya.


Maulana mencatat anggaran untuk perubahan sistem tersebut tidak sedikit. Tahun 2011, dianggarkan Rp 8,8 miliar, 2012 sebesar Rp 4,2 miliar dan tahun 2013 Rp 3,8 miliar.


"Jadi selama tiga tahun ada Rp 16,7 miliar yang dihabiskan oleh Dirjen Anggaran," tegasnya.


Ia menambahkan ada kesengajaan untuk menutup informasi keterbukaan publik. Seperti lampiran IV pada APBN yang memuat informasi harga satuan setiap output kegiatan yang dilaksanakan KL. "Perubahan sistem aplikasi, ini menghambat keterbukaan publik," sebut Maulana.


(hen/hen)