RI Bergantung Minyak Impor, MS Hidayat: Importir Makin Besar Untungnya

Jakarta - Pemerintah mengakui ketergantungan Indonesia terhadap minyak impor hanya menguntungkan segelintir pihak saja. Para importir minyak menjadi salah satu pihak yang paling diuntungkan.

Menperin MS Hidayat mengatakan Indonesia masih membutuhkan beberapa kilang tambahan untuk bisa mengolah minyak mentah di dalam negeri. Salah satu potensi investasi pembangunan kilang datang dari Kuwait.


Menurutnya Indonesia dalam waktu dekat masih butuh dua proyek kilang besar. Setidaknya bisa mengolah 300.000 barel minyak per hari, dan 600.000 barel minyak per hari.


"Kalau itu gagal, kita akan impor semakin banyak. Dan kita menghidupi importir. Bayangkan importir makin lama makin besar untungnya. Kita ketergantungannya pada importir kita," kata Hidayat di Istana Negara, Jakarta, Rabu (22/5/2013)


Hidayat mengakui, untuk membangun sebuah kilang membutuhkan dana ratusan triliun dengan butuh suplai minyak mentah 300.000 barel per hari. Jumlah pasokan minyak itu hanya bisa disuplai dari Kuwait, Arab, dan Iran.


"Kita minta supaya semuanya masuk di domestik. Kan dia joint sama Pertamina. Pertamina bikin ketentuan saja untuk memenuhi kebutuhan. Bahwa kemudian karena dia investasi US$ 10 miliar, dia supply crude oil 300.000 barel," jelas Hidayat.


Menurut Hidayat, jika rencana pembangunan kilang oleh Kuwait bisa terealisasi maka dampaknya sangat luas biasa. Nantinya akan ada rentetan hilirisasi seperti bermunculannya industri petrokimia yang bisa dibangun di dalam negeri.


"Multiplier efeknya banyak. Create job. Bisa majek-majekin pabrik-pabrik dan supplier," katanya.


Seperti diketahui kebutuhan BBM di dalam negeri per hari mencapai 1,4 juta barel, sementara produksi minyak di dalam negeri hanya rata-rata 840.000 barel per hari. Angka ini masih harus dikurangi dengan bagi hasil produksi dengan para produsen minyak. Sehingga total bersih produksi minyak Indonesia yang bisa disuplai ke dalam negeri hanya 560.000 barel per hari.


(hen/dnl)