Di Tengah Rupiah Melemah, RI Masih Harus Impor 600.000 Ton Kedelai

Jakarta - Di tengah terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, ketergantungan impor pangan Indonesia dari negara lain tak terhindari. Diperkirakan hingga akhir tahun ini, Indonesia masih butuh impor 600.000 ton kedelai yang pastinya memerlukan dolar sangat banyak.

Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan mengungkapkan, pasokan kedelai dari produksi dalam negeri masih sangat kurang jika dibandingkan dengan tingkat kebutuhan domestik. Produksi kedelai di Indonesia hanya mampu mencapai 800.000 ton per tahun, sedangkan kebutuhan nasional mencapi 2,5 juta ton kedelai.


Hingga Juli 2013, konsumsi kedelai di dalam negeri telah mencapai 1,9 juta ton. Sehingga, dalam waktu dekat terdapat potensi impor kedelai hingga 600.000 ton.


"Konsumsi, 1,9 juta ton. Sisanya hingga akhir tahun berarti masih butuh sekitar 600.000 ton. Ini harus dipenuhi dengan cara apapun, mudah-mudahan petani kita bisa memasok," kata Gita saat acara Forum Ekspor dgn Tema "Peningkatan Ekspor Melalui Diversifikasi dan Peningkatan Daya Saing Nasional" di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jaksel, Selasa (27/8/2013).


Gita mengatakan impor dapat ditekan dengan adanya peningkatan produktivitas kedelai para petani lokal. Salah satu upaya pemerintah adalah dengan ditetapkannya Harga Pembelian Pemerintah (HPP) kedelai terhadap para petani sebesar Rp 7.000/kg.


"Kita berharap dengan HPP kedelai, sangat bisa memberikan semangat uintuk melakukan penanaman. HPP-nya Rp 7.000, sekarang kan harga pasar di atas itu," tegasnya.


Harapannya, segera ada upaya peningkatan produksi kedelai dari kementerian pertanian agar Indonesia tak bergantung dengan kedelai impor.


"Kalau kita hanya bisa produksi 800.000, itu solusinya 800.000 ini harus dinaikkan. Tapi secepat apa. Kalau kita nggak bisa tingkatkan dalam waktu dekat, ya gimana. Tapi ya makanya kita berlakukan HPP. Itu kepada para petani. Kita mau nggak mau melakukan importasi. Mereka harus memasok ke perajin," kata Gita.


(zul/hen)