"Mafia yang diungkapkan Pak JK itu benar ada, buktinya seperti yang ditangkapin sama KPK," ucap Wakil Sekjen Apindo Franky Sibarani kepada detikFinance, Senin (30/6/2014).
Franky mengatakan, mulai dari mafia minyak berkaca pada kasus mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, mafia sapi berkaca pada kasus mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, saat ini juga Kejaksaan sedang mengusut dugaan korupsi benih dan banyak lagi.
"Itu kalau tidak ketangkap KPK dan Kejaksaan mana mungkin masyarakat tahu bahwa ada mafia di sana, apa sudah hilang mafia-mafia itu? saya duga belum," ujarnya.
Ia mengungkapkan, akibat adanya mafia-mafia tersebut, dampaknya besar bagi perekonomian Indonesia dan para pengusaha.
"Dampaknya tentu besar dampaknya ke ekonomi kita, karena berpengaruh pada kebijakan-kebijakan yang dihasilkan, yang didasarkan pada kepentingan dan suap, ini tentu tidak menyehatkan bagi iklim berusaha kita," tutupnya.
Sebelumnya, pada debat semalam, Cawapres JK melontarkan pertanyaan soal ungkapan Capres Prabowo Subianto soal kebocoran pendapatan negara Rp 1.000 triliun atau Rp 3 triliun per hari.
"Dari mana kebocoran tersebut? Apakah kebocoran tersebut dikarenakan masih adanya mafia minyak, mafia daging sapi, mafia bibit (benih), atau mafia gula, yang tercermin di penanganan KPK dan Kejaksaan? bagaimana anda (Hatta) menyelesaikannya jika diberi amanat?" tanya JK kepada Hatta dalam sesi debat Cawapres Hatta-JK, seperti dikutip, Senin (29/6/2014).
Menanggapi hal tersebut, Hatta Rajasa menegaskan, apa yang dimaksud dengan kebocoran tersebut, bukanlah berasal dari APBN, karena tidak mungkin APBN yang jumlahnya Rp 1.800 triliun, kebocorannya Rp 1.000 triliun.
"Yang dimaksud Capres Prabowo Subianto, kebocoran tersebut adalah potential lost yang bisa terjadi dalam perekonomian kita. Saya beri contoh, misalkan apabila kita hanya pandai menjual bahan mentah saja, maka kita tidak mendapatkan value added sama sekali, atau kita tidak menjaga SDA kita dengan baik sehingga dicuri, atau misalkan kita menjual gas atau batubara yang harga marketnya terlalu murah, dan kita tidak bisa melakukan renegosiasi, maka ini adalah potential lost," jelas Hatta yang juga mantan Menko Perekonomian ini.
(rrd/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!