Jokowi akan melanjutkan APBN-Perubahan 2014 warisan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Batas defisit anggaran di APBN-P 2014 adalah 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Namun, ada ancaman defisit anggaran bisa melebihi jumlah tersebut. Penyebabnya adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang bisa melebihi pagi Rp 246,5 triliun karena pelemahan nilai tukar rupiah. Sementara di sisi lain, penerimaan pajak diperkirakan tidak mencapai target, hanya 94%.
Mengatasi persoalan ini, mau tak mau pemerintah harus menaikkan harga BBM bersubsidi. Kenaikan harga akan menekan konsumsi sehingga subsidi bisa dihemat.
"Cara menjaga defisit adalah dengan penghematan. Paling mungkin itu di pagu subsidi BBM dengan cara menaikkan harga," ungkap Eko Listiyanto, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), kepada detikFinance, Minggu (19/10/2014).
Sementara untuk anggaran lainnya, lanjut Eko, cukup sulit. Sebab dalam APBN-P 2014 sudah ada penghematan anggaran sebesar Rp 43 triliun. Agak sulit jika ingin melakukan penghematan lebih lanjut.
Menurut Eko, kenaikan harga BBM bersubsidi perlu dilakukan November 2014. Kenaikan harga BBM tahun ini akan mempermudah pemerintahan Jokowi dalam mengubah APBN 2015.
"Misalnya naik sekarang. Berarti dalam APBN-P 2015 akan lebih mudah menyusun anggaran," kata Eko.
Kenaikan harga yang ideal, menurut Eko, adalah sekitar 30% atau Rp 1.500-2.000 per liter. Memang tidak bisa terlalu besar karena harus memperhatikan dampak inflasi.
"Untuk jangka pendek, inflasi dan pertumbuhan ekonomi juga harus diperhatikan. Kalau langsung 50% itu besar inflasinya, bisa double digit," paparnya.
(mkl/hds)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!