Survei Nilai KHL Dilakukan Bersamaan Tapi Hasilnya Beda, Ini Alasannya

Jakarta -Nilai komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) antara serikat pekerja (buruh) dan pengusaha cukup jauh perbedaannya. Padahal kedua belah pihak bersama pemerintah dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta melakukan survei nilai KHL bersamaan di 10 pasar tradisional DKI Jakarta.

Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Asrial Chaniago berpendapat ada beberapa alasan mengapa nilai KHL antara buruh dan pengusaha jomplang.


"Survei barang sama dan bareng-bareng, pasarnya sama tetapi mereka (dewan pengupahan dari pekerja) ini didesak oleh teman-teman buruh di luar," ungkap Asrial kepada detikFinance, Rabu (22/10/2014).


Asrial mengakui terkadang kaget melihat hasil survei dengan nilai cukup tinggi yang dilakukan buruh. Hal itu pernah terjadi pada penetapan UMP DKI Jakarta tahun lalu dimana hasil survei buruh menemukan angka KHL Rp 2,7 juta sedangkan pemerintah dan pengusaha hanya Rp 2,29 juta.


"Kita hitung secara bersama-sama, kita jalan sama-sama. Tanya ini berapa harganya sekian kemudian kita rekap dan kita kumpulkan datanya. Tetapi saat dialog dewan pengupahan penentuan KHL kok angkanya (buruh) seperti itu, mereka kok bisa naik cukup signifikan," paparnya.


Untuk itu ia meminta ke depan khususnya pada penetapan UMP DKI Jakarta tahun ini tidak ada intervensi dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan dan tidak melakukan survei. Hasil survei yang masuk dinilai obyektif karena dilakukan tidak saja antara pengusaha dan pekerja tetapi pemerintah.


"Seharusnya anggota serikat di ruang sidang itu tidak lagi mempertanyakan hasil survei. Tetapi lagi-lagi mereka (buruh) ini mendesak. BPS juga sudah mendata. Itu kelemahannya perwakilan pekerja yang ada di kelompok pekerja, mereka tidak bisa tegas atas intervensi," katanya.Next


(wij/ang)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!