Penggapai Langit Setelah Keruntuhan Babel

Jakarta -Ambisi manusia membangun menara yang ujungnya sampai ke langit pernah gagal dan tempat itu kemudian dinamai Babel. Kitab suci menyatakan, menara itu dihancurkan dan manusia kemudian terserak ke seluruh bumi dengan bahasa yang berbeda-beda.

Namun ambisi untuk mencapai langit rupanya tak sungguh-sungguh mati. Beberapa tahun terakhir kita menyaksikan negara Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi, serta China di Asia, berlomba-lomba menciptakan gedung pencakar langit.


Uni Emirat Arab sukses dengan Burj Khalifa, gedung setinggi 827 meter, yang konstruksinya bisa berputar-putar. Buku rekor Guinness mencatatnya sebagai yang tertinggi di dunia.


Pada pekan ini perhatian dunia bakal tertuju ke Arab Saudi. Di Jeddah mulai dibangun sebuah pencakar langit yang tingginya mencapai 1 kilometer ke langit. Bangunan ini akan membuat Burj Khalifa di Dubai seperti bangunan kerdil.


Obsesi manusia rupanya tak hanya soal ketinggian. Di Seoul, Korea Selatan, sedang dibangun pencakar langit setinggi 450 meter (setengah saja dari Burj Khalifa), yang bisa tak terlihat oleh mata alias punya efek 'siluman'.


Tapi di balik kesuksesan proyek pencakar langit manusia, ada juga kisah kegagalan Babel. Contohnya di Caracas,Venezuela. Negeri dengan pencakar langit terbanyak di Amerika Latin ini punya sebuah proyek pencakar langit yang justru ditinggalkan pengembangnya lantaran sang pemilik modal wafat dan krisis ekonomi melanda negeri itu.


Kini pencakar langit 45 lantai itu menjadi tempat tinggal orang-orang miskin di Caracas. Pemerintah pun tutup mata dan bangunan itu menjadi tempat berlindung yang aman dari tingkat kriminalitas yang cukup tinggi di sana.


Bagaimana kisah gedung-gedung pencakar langit itu selengkapnya? Simak laporan khusus detikFinance edisi hari ini.


(hds/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!