"Yang jadi masalah sekarang ini adalah banyak trader itu yang secara finansial lemah, alias modal dengkul dan hanya dekat dengan kekuasaan," ujar Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy Noorsaman Someng, kepada detikFinance, Senin (15/12/2014).
Andy mengatakan, trader gas seperti ini harusnya dilarang keberadaannya, karena yang dikhawatirkan terjadi percaloan gas, sehingga harga gas ke konsumen terlalu mahal.
"Yang dikhawatirkan adalah terjadi percaloan alokasi gas, sehingga harga tinggi ke konsumen. Trader-trader seperti ini harusnya dilarang, karena bekerja seperti calo saja. Di sini rawan kongkalikong," tegasnya.
Namun, masalahnya yang memberikan izin bagi berdirinya perusahaan trader dan yang bisa mengontrol kinerja trader gas bumi di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), apalagi yang menetapkan alokasi gas ada di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), sedangkan BPH Migas kata Andy, bertugas menetapkan besaran tarif toll fee dalam pengangkutan gas bumi melalui pipa gas.
"Hal itu (kinerja para trader) harusnya ditanyakan ke SKK Migas dan Ditjen Migas, sebenarnya bagaimana kinerja para trader tersebut, kalau tidak baik dan hanya modal dengkul ya jangan dikasih alokasi gas, dan izin usahanya tidak perlu diperpanjang," tutupnya.
(rrd/dnl)
