Hadir Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto, Guru Besar Universitas Indonesia Emil Salim, dosen ekonomi Cornell University Iwan Jaya Azis, Ekonom Mandiri Institute Destry Damayanti, CEO Valbury Johanes Sutikno, dan lain-lain.
Rahmat mengatakan, pertemuan selama 2 jam yang berlangsung tertutup ini untuk saling bertukar informasi terkait kondisi pasar. Termasuk berbagai upaya yang harusnya dilakukan otoritas dalam kondisi tertentu.
"Kita mengadakan ini dalam rangka dialog dengan para ekonom dan pelaku pasar. Karena kita perlu tahu, bagaimana persepsi pasar terhadap kondisi pasar ke depan, serta respons terhadap kondisi selama ini," ungkap Rahmat di Gedung Radius Parwiro, komplek Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (27/2/2015).
Indonesia, kata Rahmat, memang sudah memiliki pengalaman untuk bertahan dari krisis keuangan. Seperti yang terjadi pada 2008-2009 atau 2013. Tapi itu saja tidak cukup, mengingat ada dinamika yang harus terus diawasi.
"Tidak ada negara, termasuk Indonesia, yang kebal terhadap dampak spillover dari gejolak keuangan negara lain dengan pasar keuangan global yang semakin berhubungan," jelasnya.
OJK melihat industri jasa keuangan perlu melakukan inovasi manajemen risiko dengan pendekatan baru untuk mengidentifikasi risiko perusahaan, mitigasi risiko, serta menyeimbangkan antara risiko dan kebutuhan.
"Inti dari bisnis jasa keuangan adalah kredibilitas. Kredibilitas yang tinggi akan semakin meningkatkan stabilitas sektor jasa keuangan kita," kata Rahmat.
Bersama Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, OJK akan bersinergi menjaga stabilitas sektor keuangan. "Nantinya kita akan menyiapkan kebijakan untuk merespons dinamika yang terjadi," ujarnya.
(mkl/hds)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
