Curhat Pertamina: Susahnya Kembangkan Proyek Panas Bumi di RI

Jakarta -Walau Indonesia memiliki cadangan panas bumi terbesar di dunia, atau sekitar 40%, namun mengembangkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sangat tidak mudah. Penuh tantangan dan risiko.

"Kita itu walau punya banyak sekali potensi panas bumi, tapi tidak mudah dikembangkan. Tantangannya banyak, risikonya tinggi, dana yang dibutuhkan juga besar," ungkap Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy, Rony Gunawan, ditemui di kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Selasa (24/2/2015).


Ronny mengatakan, sampai saat ini, panas bumi yang bisa dimanfaatkan untuk listrik di Indonesia hanya 5%, yakni sebesar 1.404 megawatt (MW) atau 1,4 giga watt. Padahal potensinya 28.000 MW atau 28 giga watt (GW).


"Kita kalah jauh dibandingkan Amerika Serikat yang hanya punya potensi panas bumi 23 GW, namun kapasitas PLTP-nya (pembangkit listrik tenaga panas bumi) sudah 3 GW, Filipina saja yang hanya punya potensi 6 GW kapasitas PLTP-nya sudah mencapai 2 GW. Yang tersohor di dunia karena pertama kali mengembangkan geothermal, yakni Selandia Baru, hanya punya potensi 4 GW sudah terpasang listriknya sebesar 1 GW," papar Rony.


"Sayang sekali kalau tidak dikembangkan, potensinya besar, dan penghematannya luar biasa besar. Ini energi yang tidak bisa diekspor," katanya.


Rony mengungkapkan, untuk mengembangkan proyek PLTP dari awal hingga jadi listrik di Indonesia, membutuhkan waktu 5-10 tahun lamanya.


"Ini mulai dari proses head of agreement, dan notice of resources confirmation atau potensi panas bumi dengan melakukan kajian geokimia, geologi dan geofisika memakan waktu 6-2 tahun lamanya," ungkap Rony. Next


(rrd/dnl)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com