Penyaluran raskin yang mandek membuat kenaikan permintaan beras di pasar umum oleh masyarakat yang selama ini menerima raskin. Permintaan yang tinggi tersebut berbarengan dengan pasokan beras yang berkurang karena masa transisi musim panen dan paceklik.
"Masalah-masalah administrasi teknis selama 3 bulan terkahir ini, raskin yang mustinya sudah keluar 500.000 ton sekian, baru keluar 140.000 ton," kata JK usai rapat koordinasi soal harga beras di Kantor Wapres, Senin (23/2/2015).
Usai rapat hari ini, JK memerintahkan kepada Perum Bulog untuk mengeluarkan raskin sebanyak 300.000 ton. "Karena memang hak rakyat yang belum dibagikan berhubung karena masih dibahas prosedurnya. Prosedur tidak bisa menghalangi kewajiban," katanya.
Pemerintahan Presiden Jokowi-JK sempat berencana mengubah pembagian raskin dari beras secara fisik menjadi uang elektronik atau e-money agar tepat sasaran. Namun dengan adanya kasus ini, membuktikan bahwa subsidi pangan dengan memberikan beras secara langsung efektif dalam meredam gejolak harga beras di masyarakat.
"Insya Allah pasti (akan turun) karena beras itu turun-naik hanya karena masalah supply saja. Itu saja. Harganya cuma Rp 1.600/kg raskin itu," katanya.
JK mengatakan volume raskin yang diberikan ke masyarakat yang membutuhkan setara dengan 10% konsumsi beras nasional. "Semua daerah harus terima raskin," katanya.
Sebelumnya Bulog tidak membagikan beras untuk masyarakat miskin (raskin) pada periode November-Desember 2014. Hal ini berpengaruh kepada permintaan beras yang melonjak signifikan dan mengurangi stok beras di Bulog.
"Raskin di bulan November-Desember tidak disalurkan. Januari ada tetapi ambil stok untuk OP," kata Pengamat Pertanian dari Universitas Negeri Lampung (Unila) Bustanul Arifin.
(mkl/hen)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com